Tuhan, datangkan orang yang tepat di waktu yang tepat
Beberapa hari ini ibuku sangat semangat menyuruhku berdoa kepada Tuhan. Selain memohon ampun, dia juga menyuruhku meminta kepada Tuhan segera diberi kemudahan untuk membuka hati pada seseorang. Sepertinya ibuku sudah lelah mendengar aku berkeluh kesah dan ditelfon setiap malam.
"Kamu jangan acuh seperti ini. Minta kepada Tuhan didatangkan jodoh,"
"Ah, nanti sajalah Ma. Ngapain buru-buru. Santai dulu lah," itu yang selalu kukatakan setiap ibuku menyuruh berdoa setiap saat.
"Kamu pikir berdoa kepada Tuhan seperti minta uang sama Mama? Langsung dikasih? Enggak! Kamu minta mulai sekarang, dikasihnya kapan ya itu urusan Tuhan," ibuku makin cerewet.
"Ya ampun Ma. Sabar kenapa, aku belum mau punya jodoh. Nanti saja ya," lalu ku alihkan topik pembicaraan ke hal yang lain.
Tapi sepertinya ibuku sudah lelah dengan segala trik peralihan topik pembicaraanku. Beliau marah dan segera mematikan telefon. Ya ampun!
Biar ku ceritakan sedikit kisah menarik untuk kamu. Tahun lalu hubungan kukandas di tengah jalan. Tepatnya di hari Jumat. Kami menutuskan untuk berjalan di jalan yang kami benci dan tak menoleh ke belakang lagi.
Semenjak malam itulah ponselku dipenuhi panggilan keluar yang menjurus nomor ibuku. Setiap malam menangis, bercerita, mengenang kisah percintaan sialan itu yang membuat duniaku porak-poranda. Dasar bucin!
Di Jumat-jumat awal, ibuku masih lembut dan sabar menghadapi kegundahan anak gadisnya. Namun beberapa minggu terakhir ini sepertinya beliau mulai bosan dan lelah. Dia mulai menyuruhku mengadu kepada Tuhan.
Mengadu kepada Tuhan? Sepertinya harus aku coba. Tapi apakah Tuhan mau menerima pengaduan permasalahan percintaan?
Ah tapi yasudahlah. Yang penting aku mencoba menuruti saran ibuku yang mulali jenih melihat anak gadisnya acak tidak karuan setelah kandas cintanya. Padahal aku merasa semakin bersinar lho setelah sendiri. Kataku sih.
==
Di pertigaan malam, aku terjaga. Terngiang kembali saran ibuku yang menyuruhku segera meminta kepada Tuhan. Baiklah. Mungkin harus coba kudiskusikan kepada Tuhan perkara hati yang entah maunya apa ini.
"Tuhan. Ampuni hambamu yang tidak tahu bersyukur ini. Ampuni hambamu yang hanya datang saat ada maunya saja. Pintaku kali ini berikanlah seseorang yang bisa mengobati hati yang tidak akruan ini. Amin!"
Doa ku tentu saja tidak sependek itu. Banyak ceritaku kepada Tuhan pada malam itu. Sangat banyak hingga suaraku serak dan kakiku kesemutan karena duduk terlalu lama.
==
Waktu semakin berlalu. Tidak ada panggilan sayang dan chat selamat pagi itu lagi.
"Bagaimana? kau sudah berdoa kepada Tuhan terkaiti jodohmu?" ibuku pagi-pagi buta menelfon hanya untuk menanyakan ini. "Sebentar lagi umurmu akan bertambah. Hari Jumat kamu berulang tahun bukan?" tanya ibuku lagi.
"Bisa nggak kita tidak membahas jodoh pagi-pagi begini? Aku baru terlelap Ma, semalam tidak bisa tidur," jawabku kesal.
"Pokoknya kamu harus berdoa setiap hari ya Nak. Ibu tunggu kabar bahagia," tutup ibuku sembari tertawa. Aku berdengus kesal dan menarik selimutku sampai ke kepala. Aku ngantuk!
Jam 10 aku bangun dan melihat ponselku. Ada pesan masuk lagi dari ibuku.
"Kau salat Dhuha dan minta rezki ke Tuhan. Jodoh juga!"
Ya Tuhan, kenapa ibuku sangat terobsesi dengan jodohku? Ku hempaskan ponsel kek asur dan segera menuju ke kamar mandi.
==
"Selamat Ulang Tahun untuk kamu. Sehat selalu dan berbagialah," sebuah pesan di tengah malam dipergantian Kamis ke Jumat. Pesan dari kamu, yang membuat hati ini patah dan tak kunjung sembuh.
Sial! Kenapa air mataku jatuh tiba-tiba seperti ini. Kenapa harus kamu yang menjadi pertama mengucapkan selamat kepadaku? Kenapa?
Mengadu kembali aku kepada Tuhan. Aku bulatkan tekadku bahwa aku ingin hal baru dipergantian umur yang tidak muda ini lagi. Tuhan, tolong persiapkan aku untuk hati yang baru.
Beberapa hari ini ibuku sangat semangat menyuruhku berdoa kepada Tuhan. Selain memohon ampun, dia juga menyuruhku meminta kepada Tuhan segera diberi kemudahan untuk membuka hati pada seseorang. Sepertinya ibuku sudah lelah mendengar aku berkeluh kesah dan ditelfon setiap malam.
"Kamu jangan acuh seperti ini. Minta kepada Tuhan didatangkan jodoh,"
"Ah, nanti sajalah Ma. Ngapain buru-buru. Santai dulu lah," itu yang selalu kukatakan setiap ibuku menyuruh berdoa setiap saat.
"Kamu pikir berdoa kepada Tuhan seperti minta uang sama Mama? Langsung dikasih? Enggak! Kamu minta mulai sekarang, dikasihnya kapan ya itu urusan Tuhan," ibuku makin cerewet.
"Ya ampun Ma. Sabar kenapa, aku belum mau punya jodoh. Nanti saja ya," lalu ku alihkan topik pembicaraan ke hal yang lain.
Tapi sepertinya ibuku sudah lelah dengan segala trik peralihan topik pembicaraanku. Beliau marah dan segera mematikan telefon. Ya ampun!
Biar ku ceritakan sedikit kisah menarik untuk kamu. Tahun lalu hubungan kukandas di tengah jalan. Tepatnya di hari Jumat. Kami menutuskan untuk berjalan di jalan yang kami benci dan tak menoleh ke belakang lagi.
Semenjak malam itulah ponselku dipenuhi panggilan keluar yang menjurus nomor ibuku. Setiap malam menangis, bercerita, mengenang kisah percintaan sialan itu yang membuat duniaku porak-poranda. Dasar bucin!
Di Jumat-jumat awal, ibuku masih lembut dan sabar menghadapi kegundahan anak gadisnya. Namun beberapa minggu terakhir ini sepertinya beliau mulai bosan dan lelah. Dia mulai menyuruhku mengadu kepada Tuhan.
Mengadu kepada Tuhan? Sepertinya harus aku coba. Tapi apakah Tuhan mau menerima pengaduan permasalahan percintaan?
Ah tapi yasudahlah. Yang penting aku mencoba menuruti saran ibuku yang mulali jenih melihat anak gadisnya acak tidak karuan setelah kandas cintanya. Padahal aku merasa semakin bersinar lho setelah sendiri. Kataku sih.
==
Di pertigaan malam, aku terjaga. Terngiang kembali saran ibuku yang menyuruhku segera meminta kepada Tuhan. Baiklah. Mungkin harus coba kudiskusikan kepada Tuhan perkara hati yang entah maunya apa ini.
"Tuhan. Ampuni hambamu yang tidak tahu bersyukur ini. Ampuni hambamu yang hanya datang saat ada maunya saja. Pintaku kali ini berikanlah seseorang yang bisa mengobati hati yang tidak akruan ini. Amin!"
Doa ku tentu saja tidak sependek itu. Banyak ceritaku kepada Tuhan pada malam itu. Sangat banyak hingga suaraku serak dan kakiku kesemutan karena duduk terlalu lama.
==
Waktu semakin berlalu. Tidak ada panggilan sayang dan chat selamat pagi itu lagi.
"Bagaimana? kau sudah berdoa kepada Tuhan terkaiti jodohmu?" ibuku pagi-pagi buta menelfon hanya untuk menanyakan ini. "Sebentar lagi umurmu akan bertambah. Hari Jumat kamu berulang tahun bukan?" tanya ibuku lagi.
"Bisa nggak kita tidak membahas jodoh pagi-pagi begini? Aku baru terlelap Ma, semalam tidak bisa tidur," jawabku kesal.
"Pokoknya kamu harus berdoa setiap hari ya Nak. Ibu tunggu kabar bahagia," tutup ibuku sembari tertawa. Aku berdengus kesal dan menarik selimutku sampai ke kepala. Aku ngantuk!
Jam 10 aku bangun dan melihat ponselku. Ada pesan masuk lagi dari ibuku.
"Kau salat Dhuha dan minta rezki ke Tuhan. Jodoh juga!"
Ya Tuhan, kenapa ibuku sangat terobsesi dengan jodohku? Ku hempaskan ponsel kek asur dan segera menuju ke kamar mandi.
==
"Selamat Ulang Tahun untuk kamu. Sehat selalu dan berbagialah," sebuah pesan di tengah malam dipergantian Kamis ke Jumat. Pesan dari kamu, yang membuat hati ini patah dan tak kunjung sembuh.
Sial! Kenapa air mataku jatuh tiba-tiba seperti ini. Kenapa harus kamu yang menjadi pertama mengucapkan selamat kepadaku? Kenapa?
Mengadu kembali aku kepada Tuhan. Aku bulatkan tekadku bahwa aku ingin hal baru dipergantian umur yang tidak muda ini lagi. Tuhan, tolong persiapkan aku untuk hati yang baru.
Komentar
Posting Komentar