Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Balada Anak Kos: Segitiga Merah Muda

Suka duka jadi anak kos itu banyak. Kadang kala kita harus makan seadanya, bahkan sampai pergi kuliah nggak mandi karena listrik kos mati seharian. Sebagai anak kos yang baru berumur setampuk pinang, gue mulai mengalami elombang-gelombang kehidupan kosan. Awal-awal jadi anak kos, gue cukup kelabakan karena harus mengurus semua hal sendiri. Mulai soal makan, mengatur keuangan, mengatur jadwal cuci baju, mengatur kesabaran dan tidak boleh egois. Termasuk dalam urusan mandi dan menjemur pakaian. Seperti yang gue bilang di awal, di kosan kita menggunakan kamar mandi bersama. Jadi setiap paginya akan ada adegan berebut dan antrian ember mandi di pintu masuk kamar mandi. Sedikit gambaran, jadi di lantai bawah ada 4 kamar mandi yang dua untuk bilas, dua lagi untuk BAB. Ruangan ini saling berhadapan dengan jarak setengah meter. Biasanya di tengah itu kita gunakan untuk mencuci baju (ada kran airnya) dan menggantung jemuran. Di suatu hari yang indah. Gue bangun tidur dan dengan sempoyongan la

Balada Anak Kos: Klekk!

Kalau boleh gue ngomomg, salah satu kasta di dunia manusia yang paling bertahan hidup itu adalah anak kos. Ya kecuali bokap nyokap elu tajir ya Allhamdulilah . Namun bagi golongan jomblowan-jomblowati yang anak petani, pedagang, dan honorer desa beda ceritalah ya. Di kosan kita harus siap sedia dalam ketenangan hati dan pikiran. Ibarat dalam perang, kita harus punya strategi khusus untuk bisa tetap akur, tenang, adem-ayem di dalam kosan. Salah satunya dalam pemakaian listrik. Sebagai kaum jomblowati, kita ingin terlihat kece dong ya pergi ke kampus. Jadi apapun yang kusut, pasti kita akan setrikaan sebelum pergi. Jilbab kusut?.... Gosok! Baju kusut ?.... Gosok gosok! Rok? celana?... Gosokk ajaaa. Hati kusut?... Gosok hajar! Wajah kusut? Tidak masalah! Tinggal colokin setrikaan, dan gossssssooook! Nah, enaknnya di kosan adalah kita bisa sesuka hati menggunakan listrik dan air. Jadi kapanpun mau menggosok baju atau masak nasi ya silahkan-silahkan saja. Beda sih sebelum jadi anak kos ya

Balada Anak Kos: Hallo!

Menjadi anak kos adalah prestasi yang patut gue banggakan. Kenapa? Karena butuh perjuagan dan penuh liku-liku. Tak hanya masalah uang dan perut. Namun juga percintaan yang penuh warna menghiasi kehidupan anak kos. Tak hanya sekedar cerita kuliah, hingga kerja dan merantau ke seberang pun cerita tentang kosan pun tak kan pernah sirna. Sebelumnya gue akan memperkenalkan diri secara resmi. Nama gue adalah gue. Lo nggak perlu tahu nama gue, yang perlu elo tau, gue sayang elo semua. Lah? Baik... Kami barisan anak kos yang tergabung dalam TPTHCITNDJ (dibaca tipetehicattangdijal)  Tim Pepet Terus Hingga Chattingan Tapi Nggak Diajak Jalan akan mempersembahkan kisah lika-liku anak kos yang mengelus-elus dada. Selamat menikmati! --- Hari ini hari Minggu. Supir travel yang membawa dari kampung pun berhenti tepat di sebuah bangunan bertingkat bercat putih, dengan tangga besi yang ada di sampingnya. Rumah tingkat ini sangat biasa saja, tidak ada cafe, minimarket, orgen maupun w

DJKJ: Sebuah awal

Tak mudah ternyata lepas dari kisah yang lalu. Begitu melangkah, bayangan itu masih mengiringi. Kapan lepas? Kembali lagi ke waktu. Malam ini begitu hangat. Langit begitu terang dengan lampu bangunan berkelap-kelip tidak karuan. Sunyi namun menenangkan. Memang, atap adalah tempat terbaik menikmati malam. Kutarik nafas dalam-dalam dan perlahan melepaskan. Sudah saatnya bukan? Wahai... Teruntuk pria yang pernah datang, mengisi dan mewarnai ratusan Jumat, ku ucapkan terimakasih. Mari kita berbahagia, mari kita pilih jalan yang kita putuskan. Jalan yang kita sepakati dan jalani semua ini dengan indah. Terimakasih telah datang di tepat waktu. Terimakasih membawa tangis dan duka yang bisa kita tertawakan nanti. Terimakasih telah membawa begitu banyak kisah yang bisa kita ulang di suatu masa nanti. Terimakasih untuk jutaan detik setiap malam itu. Terimakasih untuk segala tatapan itu. Terimakasih untuk segala genggaman yang mungkin akan meninggalkan bekas di jemariku. Terimaka

DJKJ: Panggilan dari Rumah (3)

Beberapa Jumat di Tahun Baru terasa begitu lama dan sesak. Namun perlahan udara segar pun mulai terasa, mentari terasa hangat dan langkah kakiku mulai ringan. Bagaimana kabarmu? Bagaimana hari-harimu, ku doakan bahagia. Tenang saja, aku bahagia dengan caraku. "Hai anak gadisku. Apa kabarmu?" Papaku menanyakan kabar dari seberang sana. "Sehat. Dimana Pa? tumben tetiba nelfon," "Di rumah. Emangnya salah Papa menelfon anak sendiri?" "Hahaha nggak dong. Tadi Papa nelfon adik nggak?" "Ini baru selesai telfonan sama dia," "Gimana?" tanyaku tidak beralamat. Karena Papa pasti tahu ujung pertanyaanku. "Dia menikah akhir tahun ini," "Yaudah, kasih izin saja Pa," "Kamu bagaimana?" "Aku belum ada pikiran untuk itu. Lagian juga belum ada pasangan," kataku tertawa. "Jangna pernah berkata kau tidak ada pikiran untuk itu. Waktu masih panjang, ini masih bulan awal," "Bagaimana lagi, Pa.

DJKJ: Panggilan dari Rumah (2)

Kenapa begitu mudah bagi orang-orang untuk berkata semuanya baik-baik saja? Kenapa aku begitu rapuh menghadapi kenyataan tidak seindah impian di diari yang aku tulis di malam itu? Tahun Baru pun datang. Secercah harapan pun kutuliskan dalam catatan impianku. Aku siap! Apakah hariku tenang? Tentu saja tidak, mana ada kesempatan untuk itu? "Jangan lama-lama. Aku sudah siap. Percepatlah!" Kalimat dari saudaraku tentu masih menghujaniku. Tapi persetan dengan itu. Aku tertawa dan bisa lagi tertawa. "Woi, gimana? Enak malam pertamamu?" teriakku dalam panggilan video pada sabahat lamaku. "Yakin kau mau dengar sensasi malamku?" goda kawanku di seberang sana. "Tidak!" Kamipun tertawa. "Aku senang kau sudah mulai tertawa lagi," tetiba sahabatku mengucapkan kalimat yan menhgejutkan itu. "Eh gimana?" "Ya, kau sudah mulai tertawa. Aku senang. Karena lelaki tersenyum yang kau ceritakan itu?" "Mmmm ...entahlah. Aku tidak sad

DJKJ: Panggilan dari Rumah

Malam ini hujan rintik disertai petir yang menggelegar tidak karuan. Aku yang sedang bermain ponsel terhenyak dan menjatuhkan ponsel tepat di wajahku. Sial, sakit juga ternyata. Tetiba panggilan telefon masuk dan dari saudara laki-lakiku. "Hei apa kabar? Jangan kau pikirkan lagi masalah yang lalu. Ayo mencari!" ujarnya dari seberang sana. "Inginku seperti itu. Tapi mungkin butuh waktu, sabarlah. Kenapa? Kau ingin melangkahiku?" "Seperti yang aku bicarakan sebelumnya Kak, aku sudah siap bersama pasanganku," "Serius berarti apa yang kau bicarakan?" "Iya. Aku siap. Tapi orang tua kita melarangku dan tidak memberi izin. Mereka tidak ingin kau kulangkahi. Pamali," "Yakin kau mau menikah?" "Ya. Aku yakin. Bisa kamu percepat diri kak?" "Jangan kau paksa aku. Aku akan menikah jika aku mau dan aku siap. Aku tak butuh alasan orang lain dan jangan pernah memaksaku. Nanti aku bicara dengan ibu," tu

DJKJ: Rindu (4)

Sekali lagi aku bertanya kepadamu. Masih bisakah? Pertanyaan itu lagi dan itu lagi. Puluhan mulut menanyakan hal itu, masih bisa? Masih bisakah? Bahkan kamu juga menanyakan hal itu kepadaku. Mungkin lebih tepatnya masih sanggupkah kita? Ahh.. padahal aku sudah meminta kepada Tuhan untuk tidak terlibat urusan perasaan lagi sementara waktu. Aku meminta kepada Tuhan untuk tenang-tenang saja di tahun ini. Sepertinya doaku belum sampai. "Aku ingin bertanya kepadamu. Maukah kau serius? Jika iya kita maju satu langkah setelah ini," ucapmu di suatu sore Kalimat indah, idaman semua wanita. Kalimat yang paling ditunggu dalam sebuah hubungan insan manusia. Kalimat yang membuat hati wanita berbunga-bunga. Namun bodohnya aku di saat itu adaalh tak ada keyakinan untuk menjawab. Aku bingung menjawab dengan kalimat bagus. Dan aku hanya tersenyum. -- Baik. Kita tidak bisa berlama-lama dalam kondisi ini. Bukankah kita sudah sepakat untuk melangkah? Kita sepakat untuk bersikap puluhan Jumat i