Langsung ke konten utama

my pets


Gue merupakan salah satu mahluk yang sangat cinta pada binatang. Ya! Dulu gue pernah sempat bermimpi jadi dokter si hewan ini, tapi gue nggak ambil itu. Nggak tau deh! Masa lalu......

Dari kecil gue sidah di perkenalkan dengan yang namaya alam, kata Mama ‘’ kamu ketika masih dalam kandungan selalu mama bawa ke sawah, ke bukit. Ikut Papa memebersihkan kebun,’’

Terus ketika gue udah SD,’’ dulu Mama selalu membawa kamu ke kebun, kamu mama tarok di bawah pohon, dan kami awasi sambil membersihkan semak,’’

Jadi kesimpulan gue ,’’ pantes ya ma! Aku kelakuannya nggak kaya manusia,’’!

Dan gue juga punya hewan peliharaan loh,
 Yang pertama namanya Siro, dia merupakan seekor anjing, yang sekarang gue ngak ingat lagi dianya kayak apa, karena saking kecilnya gue dulu, yang pasti dia masih seperti anjing pada umumnya. Masih empat kaki dan mempunyai bulu yang hitam.

Siro telah menjadi legenda d tempat gue? Kenapa? Akrena saking berkesannya Siro dulu, sampai-sampai nama gue menajadi ‘’uni Siro,’’ dan ada lagi tetangga gue yang punya anak, mereka orang dewasa, panggilannya ‘’ Pak Siro dan Nek Siro,’’ terus ada agi tetangga mereka , yang gue panggil ‘’amai siro (amai=tante). Sehingga terbentuklah keluarga Siro.
Sehingga setiap gue pulang, atau lewat depan rumah ‘’ kemana uni Siro?’’
Dramatis.

Tapi dengan berjalannya umur Siropun pergi untuk selamayna ketika umur gue menginjak sekitar 6 tahun.

Ketika gue masuk TK, gue dapat anjing baru, dua ekor lagi. Namanya Poni dan Toik. Mereka sepasang anjing yang Poni berwarna coklat susu dan Toik warnanya hitam. Mereka beradik kakak.
Kamipun selalu bersama, saat itu kami masih bertiga, Daus belum lahir. Dan Ajis masih bayi. Jadi yang main dengan anjing adalah gue dan Dian doank. Sehingga tiap mau mandi kami selalu di usap dengan tanah 7 kali karena najisnya anjing.
Waw!

Sampai pada suatu hari, beredar isu tentang anjing gila dan anjinh rabies. Tentu Poni dan Toik di khawatirkan terkena penyakit itu. Dan masa kebesamaan kamipun mulai menipis.

Pada suatu hari, ketika gue baru ulang sekolah. Gue liat papa membawa Poni ke arah sungai yang terletak di daerah bawah rumah.

‘’Papa mau dobawa kemana Poni,’’ teriak gue dari dalam rumah sambil berlari meletakan tas.
‘’Papa mau buang Poni,’’ jawab Papa singkat,
Mendengar itu gue langsung lari ke tempat papa dan menarik rantai Poni dari tangan Papa
‘’ jangan PA, jangan,’’ tangis gue meledak dan meronta-ronta sambil memukul tangan Papa.
‘’maaf nak, nanti kamu kena rabies anjing. Papa takut Poni ada virus itu,’’ jawab Papa  sambil menarik gue dan mengambil rantai Poni.
‘’PAPA JANGAN!,’’ gue teriak dan meronta liar sangat kepada Papa supaya nggak bawa Poni.
‘’MA... pegangin Syanti ! dari tadi merengek ulu!,’’ teriak Papa manggil Mama gue yang lagi masak di dapur.
‘’jangan! Aku tidak mau pa! Hiks! Jangan PA! Jangan!,’’ gue memohon.

Kemudian Mama datang dan megangin gue. Tiba-tiba Dian yang baru pulang main langsung berlari ke arah Papa dan menarik Poni.
‘’ Poni Poni! Papa jangan bunuh Poni pa,’’ teriak adik gue dengen kencang dan langsung menagis.
‘’DIAM! PAPA NGGAK MAU KAMU KENA RABIES!,’’ marah Papa pada kami.
‘’hiks hiks! Poni Poni..’’ teriak adek gue.
‘’MAMA! PEGANGIN MEREKA BERDUA! PAPA MAU KE SUNGAI!’’
Lalu Mama berjalan ke arah Dian dan langsung megang tangan adik gue yang dari tadi kelayapan sana-sini.
Kemudian Papa berjalan me arah sungai, gue dan adik gue menangis semakin kencang, sampai suara kami jadi serak.
‘’JANGAN PA! JANGAN BUNUH PONI PA! JANGAN! HIKS HIKS! Kami meronta- ronta, tapi pegangan mama lebih kuat hingga kami hanya bisa teriak teriak. Kayak adengan film perpisahan aja yah,

Tapi sayang, Papa tidak mendengarkan kami. Dan kami berlari ke kamar dan nagis bareng.
‘’uni.. Yan sayang Poni uni. Hiks! Hiks! poni..’’ adik gue menutup mukanya pakai bantal.
Gue hanya diam dan ikutan nagis sambil nelungkup di selimut.

Dan malam harinya kami di panggil oleh papa, kami akan dibelikan es jika berhenti nangis. Bener aja! Hanya sebatas es doank sayang kami dengan Poni. Tapi sehabisnya es kami mealnjutkan tangis kami yang terhenti.
Hiks hiks! Licik.

Besok paginya gue bangun dan bersiap untuk pergi sekolah, dan saat buka pintubelakang.
‘’PONI!,’’ gue teriak kesenangan karena melihat Anjing kesayangan gue ada di samna tertidur.
Mendengar gue teriak, Papa langsung melongo dari jendelal melihat gue,
‘’eh! Kok bisa pulang dia yah?’’ tanya Papa gue bingung.
‘’jangan bunuh Poni pa,’’ rengekk Dian dan gue.
Papa hanya tersenyum.

Beberapa minggu kemudian beredar lagi penyakit kulit yang menyerang anjing. Dan Toik terkena wabah itu, dan Papa memberi Toik pada kakek gue, dan di bawa ke daerah Sawah Lunto, dan sejak itu kita nggak ernah ketemu Toik lagi.

Beberapa minggu setelah Toik pergi, Poni mulai sakit-sakitan, kerjaanya hanya tidur dan sangat jarang makan. Sampai akhirnya dia mati.

Ya apa lah daya anak kecil melihat peliharaannya mati selain nangis.

Beberapa bulan kemudian, gue nggak sengaja ngeliat anak anjing di rumah teman gue, dan tanpa pikir panjang gue langsung minta dan dikasih.
2 ekor. Gendut-gendut. Warna coklat campur putih dan warna hitam.

Dengan senang hati gue gendong  mereka berdua dan menarohnya depan adik-adik gue.
Dan terasa ada sedikit cairan kekuningan di tangan gue, dan gue cium ,’’ owh! Kurang ajar, gue di taikin!

Dengan segera gue berlai ke kamar mandi dan memebersihkan baju gue yang di jadikan wc darurat oleh anjing gendut. Dan setelah itu gue kembali gabung dengan adek adek gue yang dari tadi sibuk megangin ekor si anjing.
‘’ngapain kamu megang ekornya?’’ tanya gue sambil ngusap kepala si Anjing.
‘’lucu aja Uni, goyang kanan kiri,’’jawab mereka sambil muter-muter tu snjing.
‘’woi! Jangan kamu putar dek, pusing dianya,’’
‘’ih uni bodoh ya, anjing kan nggak ada perasaan uni. Mana ada dia merasakan pusing,’’ jawab Dian simpel.
‘’oh, iya iya.’’ Jawab gue dengan sedikit garuk- garuk kepala.

Sekarang, setelah gue pikir-pikir, gue di bodohi ama adek gue sendiri! Gue di katain bego lagi, tiba-tiba muncul Aril ‘’ kamu luar biasa!’’.

‘’kira-kira apa yah nama yang bagus buat anjing kita?’’ tanya gue.
‘’mmm, Robert!,’’
‘’buset! Kebagusan,’’
‘’Romeo?’’
‘’ketampanan!’’
‘’Aril?’’
‘’nggak nggak! ‘’
‘jaka Tingkir?’’ ( karena dulu lagi boomingnya film jaka tingkir)
‘’nggak!’

Sekian lama perdebatan, akhirnya kami memutuskan untuk memberi nama mereka dengan Poni dan Siro. Untuk mengenang anjing kami yang terdahulu.

Kemudian kami bilang ke Mama, bahwa kita ada keluarga baru lagi, dan mama langsung buat syukuran, ngurus akte kelahiran, ke kantor wali buat kartu keluarga baru, dan ujung—ujungnya itu hanya bualan gue saja. Hehehe!
Setiap gue dan adik gue ke sekolah, kami selalu di antar oleh mereka berdua, lenggalenggok pantat mereka yang gendut menambah kegemesan kami, sampai akhirnya hampir gue ngedorong anjin gue ke tengah jalan. Untung tidak di tabrak oleh Bang Ojek dan jajarannya. Huf!
Pada suatu hari, Poni dan Siro mengantarkan kami ke sekolah seperti biasanya, dan gue perhatikan Poni tidak langsung pulang, tapi gue biarin aja. Siapa tau dia mau ke tempat pacarnya, atau sekedar jalan-jalan saja.
Dan benar! Karena ke asyikan Poni nggak ulang-pulang, dan kami seakat menyatakan dia hilang.
Tragis!

Dulu, papa gue suka pergi ke Pekanbaru karena beliau kerja disana. Dan otomatis kami sering di inggal. Karena itu mama memutuskan untuk pindah kerumah nenek,  karena alasan takut.

Dan gue pindah ke rumah nenek, dengan mengikut sertakan anjing gue, Siro. Karena gue nggak mau kehilangan lagi. Setelah cipika-cipiki dan ada adengan sedikit tangis di antara ibu-ibu, guepergi mencari kardus untuk Siro,

Pindahanpun terjadi, tinggallah nenek gue ( mama Papa di rumah yang selama ini kami tinggali). Sedikit berbagi, keluarga gue nggak punya rumah, jadi kami di tugaskan untuk menjaga nenek ( ayah Papa) dan rumah oleh keluarga Papa, karena pada umumnya saudaranya Papa berada di luar kota semua.

Setelah menetap di rumah mama dari mama gue ( ribet amat dah!) jadi setiap sorenya gue dan Mama pergi ke tempat nenek, sekedar melihat dan  mengurus perlengkapan atau apa-apa yang di butuhkan nenek, dan kami selalu diantar oleh Siro.
Tana gue minta loh? Langsung aja dengan hati nuraninya, dia ngganterin gue dan Mama sampai persimpangan dekat rumah nenek( kita jalan kaki).

Setelah kami menyebrang, Siro akan kembali ke rumah mama dari mama gue. Ah! Gue sebut aja rumah ummi deh, susah!
Nah, itu dilakukan setiap hari oleh Siro.
Pada suatu hari, ketiak kami sedang jalan ke rumah nenek, di ujung gue liat adasekelompokm anjing gitu, kita sebut aja geng  Ekor Hitam (EH), karena gue liat semua ekornya warna hitam.
Nah, dengan sangat blagunya tu geng natapin kita lewat, begitu juga Siro. Kita cuekin aja mereka yang dari tadi gayanya nantang banget. Songong lu!

Dan saat gue kembali ke rumah ummi, gue liat Siro luka-luka bagian kakinya, dan gue tebak. Pasti di hajar oleh geng EH. Wah! Berani keroyokan mereka yah,

Sejak pengeroyokan itulah, Siro nggak lagi nganterin kami sampai persimpangan, tapi Cuma setengah jalan doank, lalu dia liatin kita sampai persimpangan, siap itu baru dia pulang ke rumah Umi.
Waktupun berlalu dan gue liat Siro badannya makin gede aja, tapi tingginya itu loh, nggak nambah-nambah.
Malang kali kau Siro, sudah gendut pendek lagi. Ada nggak betina yang  mau sama lo yah?

2 tahun kemudian gue pindah lagi ke rumah nenek, karena Papa sudah pulang. Dan sayang, Siro harus di tinggal di rumah umi, karena Umi juga sayang sama Siro.
Huhuhu! Mama ngijinan lagi. Ah,

Sejak saat itu, gue jarang sekali bertemu dengan Siro, tapi sesekali lagi gue main ke rumah Umi dan bermain dengan Siro.


Ketika sudah di rumah nenek, gue melihat ada kucing yang nongkrong bareng nenek. Dan nenek bilang itu kucing tetangga yang senang main disini.
Dan sejak saat itulah, itu kucing kami rawat dan kasih makan. Karena dia suka bunyiin ‘’eeng..eeeng..’’ kami sepakat untuk menamainya Eeng.
Piaraan baru lagi.

Kemudian tuh kucing mulai dewasa dan sudah mengenal lawan jenisnya, sehingga sering banget kucing jantan bertamu ke rumah gue.
‘’kak, ada Eeng?’’ kata , kita sebut aja Garong.
‘’ada tuh di belakang lagi eek, mau ngapain?’’
‘’biasa kak, mau dinner nih di empang pak Mbin,’’ jawabnya sambil nyondorin sebuah bungkusan.
‘’apa nih?’’
‘’ini martabak kak,’’
‘’wah baik banget, yaudah. Ajak sana Eengnya yah,’’ kata gue sambil menerima bungkusan martabak.

Kemudian gue liat Eeng cantik dari biasanya,
‘’kak, gue pergi dulu!,’’ katanya sambil mengibaskan ekornya.
‘’oh, hati-hati! Jangan kemalaman pulangnya, jangan MBA lu!,’’
‘’okeh kak,’’

Kemudian mereka pergi.
Keesokan harinya, gue liat Eeng sedang merenung,
‘’kenapa lu?’’
‘’gue putus kak dengan Garong,’’
‘’kok bisa?’’
‘’dia suka ama kucingnya di asrama,’’ jawabnya sedih.

Lalu gue biarkan dia merenung sendirinya, dari pada gue ikutan galau.

Beberapa hari kemudian gue perhatikan perut Eeng semakin besar, kena busung lapar kali dia yah? Tapi nggak mungkin. Gizinya cukup, apa yang gue makan, dia juga makan.
Apa jangan-jangan,
‘’Eng, gue mau bicara ama lo! Lo hamil kan?’’
‘’mmm! Anu kak...’’
‘’jawab Eng, gue nggak suka lo nanti ngelahirin tiba-tiba. Bisa di pasung lu ama hakim kaum lo!’’
‘’ya kak, Garong lakuin ini kak, hiks hiks!’’
‘’mana Garong? Minta tanggung jawab!’’
‘’dia mati kak! Jatuh dari genteng,’’
‘’owh! Kasian.’’

Sejak saat itu gue ngasih makan Eeng berlebihan untuk janin yang dikandungnya.
Sampai saat kelahiranpun tiba, dan gue denger Eeng jerit kesenengan, eh kesakitan.
Dan lahirlah dua ekor kucing, yang warnanya hitam,’’ mirip bapaknya,’’

Semakin hari si bayi  makin gede, dan seperti biasa pemberian nama. Yang jantan selalu tidur, jadi Mama ngasih nama ‘’bujang lalok ( lalok= tidur) karena dia sangat suka tidur, seharian dan hanya tidur dan sesekali terbangun karena lapar, dan kembali tidur. Kalau yang betina, Mama keukeh ngasih nama Eeng. Again!

Mereka semakin besar, dan gue nggak peduli. Sampai akhirnya Eeng mengandung bayi lagi, dan rumah gue semakin rame akan teriakan Papa setiap pagi.
‘’KUCING SIAPA INI!’’ itulah tiap paginya yang gue dengar, yap! Betul! Papa bukan pecinta binatang seperti kami. Dan dia sangat benci akan mahluk yang bernama kucing.

Sampai akhirnya Eeng lahiran, dan mucul sepasang kucing lagi yang sangat mirip dengan Bujang Lalok. Wah! Atau dia bapaknya kali yah?
Entah! Gue nggak peduli, gue pusing karena ada 5 ekor kucing di rumah, yang berarti menambah saingan gue dalam makan ayam dan tulangnya! Be carefull baby! You Vs me!

Gue tinggalin dulu kucing-kucing gue.

Beberapa tahun kemudian....

Sekarang, gue kan udah kuliah di Padang tuh, setiap gue nelfon, terkadang gue nanyain kabar Siro.
‘’ eh ma.. gimana Siro?
‘’oh, dia sehat aja kok, makin gemuk malah. Umi kasih dia daging kambing kemarin saat Ramadhan, wah gendut dia sekarang lo,’’
‘’weh! Enak banget tu anjing ya MA, kambing makanannya, hahaha!

Beberapa bulan kemudian gue nanyain kabar dia lagi,
‘’ma, Siro kira-kira sebesar apa yah sekarang?
‘’wah! Siro udah besar sekarang Syan, tapi,,’’
‘’tapi apa ma?’’
‘’dia mati. Di tabrak motor,’’

Gue terdiam.
RIP Siro.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

wanita penggoda

Kejadian ini sekitar beberapa bulan yang lalu, tepatnya semester 1 dulu. Nah, kan ada nama mata kuliahnya SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA, dimana metode belajarnya adalah diskusi kelompok, kita dibagi perkelompok dan menerangankan satu materi. Ibuk yang ngajar jiwanya sangat ferrrr lah sama mahasiswa, beliau tuh kadang pulangnya cepet, masuknya nggak on time selalu. Pokoknya dosen faforit mahasiswa banget dah, Tapi pada suatu ketika nasib gue yang selalu di selimuti kekaluan yang cukup memprihatinkan, kambuh lagi. Ceweritanya begini, Kuliahpun dimulai dengan kata pengantar seperti biasa, ulasan minggu lalu. Metode belajar dengan dosen ini adalah dengan diskusi.   Sama seperti dosen lainnya,beliau membagi kami beberapa kelompok dan membagi   beberapa materi. Dan sekarang adalah giliran kelompok Buya yang akan tampil. Diskusi mulai hangat, begitu juga gue dengan kawan-kawan yang lain. Hangat untuk tidur .. Hangat untuk ngobrol... Hangat untuk guling- guling

Zero, Ketika Image Tampan Shah Rukh Khan Digoyahkan

Apa yang terbayang oleh kamu cerita film yang dimainkan aktor tampan Shah Rukh Khan? Sebuah drama romantis yang diceritakan oleh aktor dengan tubuh ideal namun dipisahkan dua kondisi sosial? Zero, drama sains fiksi India yang diproduksi dan dirilis tanggal 21 Desember 2018. Film ini diperankan oleh artis-artis ternama India yaitu Shah Rukh Khan, Katrina Kaif dan Anushka Sharma. Film ini merupakan garapan Anand L Rai yang terkenal dengan film-film komedi romantisnya. Flim Zero, mendapatkan rating di Imdb 5,9/10 saja. Film ini menceritakan tentang seorang pemuda yang bernama Bauua Singh (Shah Rukh Khan) yang dihadapkan dengan dua pilihan sulit. Dia bertemu dengan dua wanita yang sama-sama dia sukai. SINOPSIS Bauua Singh, pemuda kerdil yang dewasa yang selalu lari dari kenyataan hidupnya. Dia hanya beruntung terlahir dari keluarga mapan, dan dia tidak mau sedikitpun susah dan ingin senangnya saja. Sebagai pemuda tanggung, Bauua juga memiliki keinginan halu, yaitu menikah

Yeyy.... 'Liburan' ke Jepang!

Shibuya Crossing Penutup perjalanan akhir tahun 2019, saya mendapatkan kesempatan untuk liputan ke Jepang. Siapa sih yang tidak ingin ke Jepang? Saya salah satunya. Masih saya ingat momen saat Bunkasai di kampus, dimana semua tentang Jepang dipaparkan di sana. Salah satu yang menarik adalah penyewan baju yukata dan berfoto dengan latar Sakura. Sangat terlihat lucu dan saya tidak ada uang untuk menyewanya. Maklum saya salah satu mahasiswa kere di lingkungan sana. Kemudian saya celetuk asal-asalan kepada teman-teman saya "ntar aja dehm, gue mau foto di negaranya langsung saja," Tentu itu adalah ucapan asal-asalan mahasiswa yang makan saja susah. Boro-boro main ke Jepang. Namun beberapa tahun kemudian Tuhan berkata lain, karena urusan pekerjaan saya berkesempatan berkunjung ke beragam tempat. Jepang salah satunya." Sekedar informasi, Jepang adalah salah satu negara yang bervisa untuk paspor Indonesia. Dan saya mohon maaf tida kemngetahu s