Berbicara soal ketakutan, gue ingat beberapa hal yang pernah
terjadi pada diri gue dan beberapa temen-temen gue yang mempunyai ketakutan
yang unik dan aneh.
Pertama kali mari kita mulai dari Memok.
Memok
Seperti yang pernah gue ceritain sebelumnya, Memok adalah
teman sekelas gue ketika SMA, yang memiliki body
yahut abis dan selera yang lumayan tinggi, ya walau nggak sebagus gue (
hehehe. Piece Mok!). temen gue yang satu ini sangat takut dengan yang namanya
ulat bulu. Kan sekolah gue terletak di daerah perkebunan tuh, otomatis banyak
dong pohon yang nyelip di tanah sana.Dan kebiasaan sekaligus keunggulan dari
Memok ini adalah dia hobi manjat. Jadi kalu lo butuh apa-apa yang berhubungan
dengan yang tinggi, serahin pada temen gue yang satu ini.
Pada suatu hari yang indah, naluri permanjatan( kata apa
ini!) Memok bangkit, dan dia berlari ke arah mushola dan langsung naik ke pohon
yang tumbuh tak jauh dari lapangan. Dengan cekatan dia naik, dan mencicipi
beberapa pucuk daun yang ada diisana ( emang kambing!) dan berteriak mbeekkk mbeekk mbeekk...lalu datang
kepala sekolah membacok Memok, dan menjadikannya kambing guling. Semoga kau
tenang di sana Mok.
Yap! Itu hanya khayalan gue, kembali lagi ke cerita..
Setelah di atas pohon kami menyusul Memok,
‘’Mok, turun Mok, jangan bunuh diri. Lu masih utang kuaci ama
gue,’’ teriak Isaik dengan histeris.
‘’iya Mok, jangan kayak gitu. Nyebutt Mokk.. nyebuttt,,,’’
gue nggak mau ketinggalan.
‘’eh sarap! Siapa yang mau bunuh diri? Gue lagi nyari angin segerr bego!’’
teriak Memok sambil menjatuhkan beberapa ranting.
‘’Jujur Saik, gue sedikit khawatir disini,’’ kata gue pada Isaik.
‘kenapa? Takut Memok jatuh, gitu?’’
‘’bukanlah!’’
‘’terus,’’
‘’lo tau kan Memok badannya segeda kuda Nil bunting?’’
‘’iya,’’
‘lo nggak kasian Saik ama pohonnya? Dia menderita banget dinaiki
badan segede gitu!’’ kata gue dengan nada miris dan menatap ohon yang di
panjati Memok.
‘’gue juga mikir kayak gitu Syan.pohon mana yang belum di zolimi
badannya Memok? Semua pohon di sekolah udah pada nyoba!’’ Isai berdecak miris.
Lalu kami berdua saling menatap dan menggeleng-gelengkan kepala ke
arah Memok. Tragis sekali kami punya teman seperti kau Mok!
Eh, tadi gue bukannya mau bahas ketakutan ya?
Nah, setelah di atas pohon, tak lama kemudian Memok berteriak dan
langsung turun dengan cepat dan berlari ke arah kelas. Gue ama Isaik pun kaget,
‘’lah ! ada pa Mok?’’ tanya kami serentak sambil berlari ke arah kelas menyusul Memok.
‘’itu itu!’
‘’apa!’’
‘’ihhh... ituu ituu!’’ teriak memok sambil bergidik ngeri.
‘’apa ? ular?’’ tanya Isaik.
‘’bukan!’’
‘’kerbau ?’’ tanya gue dengan nada cerdas.
‘’bukan! Mana ada kerbau naik pohon bego!’’ teriak Memok.
‘’oh iya,’’ jawab gue
sambil nyibir.
‘’serangga ? semut gede? Semut bunting?’’ Isaik bertanya dengan
ganasnya.
‘’bukan! Kalian berdua bego banget sih!’’
‘’YA TERUS APA!’’ kita berdua pun melototi Memok dengan mata
terpejam.( eh?)
‘’ADA ULAT BULU!’’ jawabnya dengan semangat, lebih tepatnya dengan
memelas ( di iringi musik tari piring).
‘’oh,’’ jawab kami serempak.
‘’gitu doang ekpresi kalian?’’
‘’ya, terus?’’ gue pun mulai sewot.
‘’prihatin dikit napa! Lo kan tau gue takut ama ulat bulu!’’
‘’lo bego ya Mok! Ulat bulu kan hewan yang imut, mana ada ulat
yang punya mantel sendiri? Bayangin aja kalau pabrik Indonesia ini sedikit
kreatip, lirik kek, ulat yang satu ini,’’ jawab gue dengan wajah kemenangan dan
menatap langit-langit kelas.
‘’maksudnya ?’’ Isaik balik nanya ke gue.
‘’ya e lahh...! kan lumayan JAKET ULAT BULU! LEMBUT, HALUS DAN
BERKELAS,’’
‘’setelah itu gue akan ngeliat lo dalam berita yang mengatakan
‘ditemukan seorang gadis yang tewas dengan badannya membengkak, yang diteksi
karena memakai jaket buatan Indonesia terbaru!’’ teriak Isaik.
‘’oyyy..! prihatin kek, jangan bahas Indonesia, pabrik, mati, atau
apa!’’ Memok memutuskan pembicaraan kami.
‘’MALES BANGET!’’ lalu gue dan Isaik balik badan dan jalan keluar
dari kelas.
‘’kampret! Ulat bulu doang takutnya kayak liat setan!’’ gerutu gue
sambil duduk di depan kelas.
‘’ya! Kesel gue! ’’ Isaik pun duduk di dekat gue, lalu kita saling
bertatapan. Gue raih tangan Isaik, lalu terdengarlah lantunan lagu kemesraan
ini, janganlah cepat berlalu...
Ok! Itu hanya gila-gilaan doang!
‘’Syan, lebaran haji kapan?’’ tanya Isaik dengan tiba-tiba.
‘’masih lama. 5 bulan lagi, kenapa?’’
‘’ gue mau nyetorin Memok ke panitia kurban. Biar nggak ada yang
bikin rusuh lagi,’’ jawab Isaik dengan mata berbinar-binar.
‘’ide bagus!’’ lalu kami tertawa licik.
Dito
Nah, bocah yang satu ini adalah salah satu temen gue di masa
perkuliahan ini, sedikit deskripsi buat lo pada, temen gue ini keturunan Papua
dengan wajah orental Madagaskar, tinggi badan mendekati pohon kelapa. Nggak
nggak! Nih bocah adalah icon angkatan
gue ( gue nobatkan!) okeh Dito, jika lo baca tulisan gue, lo harus traktir gue
karena gue mau muji lo! Hahaha!
Yoi! Bisa dikatakan Dito memiliki tampang yang cukup dikatakan
untuk seorang icon, badan yang tegap dan tinggi yang pas,dan wajah sangar. Bisa
di katakan semua ciri-ciri HOMO ada pada dia. Dan dia takut dengan anak kucing.
Kenapa gue bisa menyatakan hal itu? Ini ceritanya..
Pada suatu hari setelah pulang kuliah, kami ( gue dan teman-teman
kelas)duduk di kafe fakultas, dan membahas beberapa tugas ( baca: gosip). Dan
para cowok ngambil meja pisah dengan kami para cewek.
Keadaan masih berjalan lancar-lancar saja, sampai terdengar
beberapa teriakan anak kucing.
‘eh, ada anak kucing tuh, kayaknya di bawah kolong tempat duduk
kita deh,’’ ujar Amel.
Lalu beberapa noleh ke arah kolong lesehan dan,
‘’eh gila! Kucing gede makan anak kucing tuh!’’ teriak Nadia
sambil melempar kucing yang dimaksud dengan hape, BB, tablet dan beberapa uang
ratusan ribu.
Nggak! Dia ngelempar pakai tisu ( --‘’)
Dengan segera beberapa dari kami, termasuk gue langsung berdiri
dan berusaha menjangkau anak kucing yang berdarah karena digigit kucing yang
besar.
Tak lama kemumdian, Dito lewat dengan sangat berwibawa seperti
biasanya, dan dia berhenti, karena
melihat kami yang seperti orang sakit pinggang, pada ngebungkuk semua.
‘’ada apa woi?’’ tanyanya sambil ikutan ngebungkuk.
‘’tuuuh!’’
Lalu dia ngeliat ke bawah kolong dan..
‘’ihhhhhh.....’’teriaknya sambil berlari bergidik geli. Kami para
cewek terperangah, akan ekpresi apa yang kali lihat.
‘’beh! Tampang doang yang keren, anak kucing aja takut!’’ teriak
salah seorang dari kita.
‘’GUE BUKANNYA TAKUT! TAPI GELI!’’ teriaknya dari kejauhan.
‘’sama aja!’’
Gue hanya geleng-geleng kepala. Ngebayangin jika nantinya Dito
pacaran dengan cewek yang suka kucing.
Saat mereka lagi berjalan di taman, angin berhembus lembut,
bunga-bunga bermekaran, lau Dito berlari dan menari kayak Sarulkan, dan
ceweknya menari-nari kayak Kajol, lalu mereka berguling-guling sampai ke kolam,
dan currrrr... mereka nyebur!
Ngaak nggak, mereka berjalan sambil bercerita, bergandengan
tangan, dan tiba-tiba ceweknya berhenti dan ngomong,
‘’eh sayang, liat deh. Kucingnya lucu,’’ lalu sang cewek
menggendong kucing, dan bermaksud menyodorkan kepada si Dito. Tapi si Dito nggak
ada di sampingnya. Lalu si cewek teriak-teriak mencari Dito.
‘’sayang, sayang dimana kamu?’’
‘’BUANG KUCINGNYA! BUANG SAYANG! BUANG!’’ teriak Dito dari
seberang jalan.
‘’tapi lucu banget sayang,, sini deh!’’
‘’BUANG SAYANG! BUANG! ATAU AKU PULANG!’’
Gue pun menyudahi imajinasi gue.
Buya
Gue nggak tau, apa yang salah dengan teman gue yang satu ini. Dia
takut dengan cewek cantik. Apalah yang salah dalam pemikiran Buya. Dia lebih
nafsu liat Alfi dan Ajo dari pada harus natapin cewek cantik ( baca: gue!)
heheh. Dan juga Buya takut dengan orang yang berbahasa Indonesa dalam
berbicara. Karena Buya tak lancar, katanya dalam bicara berbahasa Indonesia,
eit! Tapi dalam tulisan dia jago lohh.
Alfi
Alfi pernah bilang, bahwa dia takut dengan banci. Padahal dia
memiliki perawakan yang garang dan sangar, wajah yang brewokan dan kulit yang
gelap, jika ada banci yang lewat mereka akan seneng dengan Alfi. Karena Alfi
adalah jenis pria yang LIP (lelaki Idaman Pria). Tapi yang namanya takut tadi
gimana lagi, percuma dehh punya tampang sangar.
Ajis
Ajis adalah adek gue nomor tiga yang paling ganteng se-upil di
kampung gue. Yo i, se-upil! Dengan tinggi yang sekarang masih pendek
dibandingkan gue. Kulit yang masih gelap dibandingkan gue, dan senyum yang
lebih memikat daripada senyum gue. ( merenung sambil menatap kulkas, kenapa?
Kenapa? kenapa?)
Adek gue ini takut sekali dengan yang namanya penyengat, atau di
tempat gue disebut dengan palokak. Awal ceritanya begini, gue juga tau dari mama
gue, katanya Ajis ketika umur baru sekitar 2 bulan, meremes seekor penyengat.
lah? Kok bisa?
Jawabannya adalah a.
Ajis merasa dirinya adalah atlit panco terhebat
b. penyengatnya centil, dekati Ajis
c.
keduanya benar.
Lupakan! Jawaban mama gue adalah, kan bayi asal ada merasakan
sesuatu di tangannya, pasti digenggam. Nah! Nggak sengaja ada tuh penyengat
yang malang sekali, yang mau mampir ke tangan Ajis. Dan, terjadilah peristiwa
menegangkan antara Ajis bayi dan penyengat malang. Ajis pun menggenggam sekuat
tenaga. Penyengat pun terhimpit, dan membalas serangan dengan membuka celananya
dan menusukan pantatnya ke tangan Ajis. Ajis pun kaget, dan berteriak ( baca :
menangis ) dengan keras. Penyengat pun merasakan aroma kemenangan. Mama gue
datang menghampiri Ajis bayi, dan penyengat kaget melihat ada emak-emak
menghampiri dirinya. Dan lagi saudara-saudara, terdengar tangis licik Ajis
sambil nyodorin tangannya ke mama, dan plak!
Penyengatpun mati dengan gepeng. RIP!
Sungguh tragis sekali nasib penyengat itu.
Sejak itulah, setiap dia melihat penyengat, dia akan pucat dan
lari ketakutan.
Pernah dulu, saat papa gue nyuruh Ajis buat ke kolam ngasih ikan
pakan,awalnya dia mau. Tapi tidak berapa lama kemudian dia balek lagi dan
bilang,’’ aku nggak mau ngasih makan ikan lagi!,’’
Kemudian dia berlari ke kamar dan menangis, beberapa menit
kemudian bengkaklah pipi Ajis, ternyata dia dicium penyengat lagi. Kasian kali
kau berwajah dek!
Mungkin bisa di itung udah lebih dari sepuluh kayaknya mereka
ciuman.
Sebenarnya bukan adek gue aja, tapi gue juga ngeri kalau liat
penyengat. Karena gue juga pernah jadi korban biadab dari keganasan penyengat
ini. Kalau kita digigit di bagian jari, yang bengkak adalah tangan. Kalau
digigit bagian hidung yang bengkak bibir. Digigitnya alis, yang bengkak adalah
pipi. Aneh kan?
Ani
Nih cewek adalah teman sekamar gue dalam kosan. Dia takut sekali
dengan yang namanya kucing. Aduh! Nggak ngecis banget takut ama kucing, takut
tuh ama ular, beruang kek, apa kek yang extrim gitu. Ini malah takut dengan
kucing. Hewan seimut gitu ditakutin.
Gue bisa jantungan kalau di kosan karena kucing tuh rame pula di
kos. Gue nggak masalah mereka mau ngapain, ngekos kek, makan kek, atau ngapain.
Tapi yang mempermasalahkan itu adalah si Ani. Contohnya gini, di saat gue lagi
asik nonton, kemudian dia berteriak dari kamar mandi.
‘’aaaa!’’
Otomatis gue kaget dong, dan sebagai manusia yang tanggap akan
makanan ( apa hubungannya!) langsung berlari ke belakang dan apa yang gue
temuin?
‘’Syanti! Anak kucing nya!’’
Gue ambil napas, gue kira tu anak jatuh, liat ular atau liat cowok
ganteng, ini nggak!
DIA DIPELOTOTI ANAK KUCING!
‘’buang dong keluar! Geli gue’’
Gue menarik nafas lebih dalam lagi, lalu menggendong tuh kucing
dan membuangnya keluar.
Banyak lagi, sebenarnya tuh kucing juga nakal sih, saat kita
ngebuka pintu aja, dia langsung masuk ke kamar tanpa permisi. Kan nggak sopan
banget!
Kan manis tuh kalau mereka pake ijin kan,’’ kak, misi ya. Aku mau
minta sambalnya dong. Sambal aku habis,’’’ dan memberikan sedikit senyuman.
Ini nggak! Nyelonong masuk
aja.
Dan seperti biasa, si Ani akan teriak-teriak jika melihat mahluk
berbulu ini. Dan gue? Cuman narik nafas dan menggendong kucing itu keluar.
Selalu dan lagi!
Banyak lagi ketakutan yang unik-unik di tempat gue. Nanti gue
lanjutkan.
Komentar
Posting Komentar