Langsung ke konten utama

Pengetahuan Orang Tua, Teknologi dan Daya Tarik Literasi


Tak dimungkiri, fungsi dari media sosial sekarang tak sekedar untuk berbagi informasi atau mendapatkan ragam info menarik saja. Namun juga media sosial sebagai salah satu sarana untuk eksis dan alat untuk mendapatkan 'perhatian'.

Adapun kebiasan pengguna media sosial adalah kesukaan akan berbagi beragam momen. Sebut saja momen makan, traveling, bahkan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan keseharian saja dibagikan ke media sosial. Sebut saja patform yang sangat disukai untuk berbagi, Instagram.

Bagi orang yang berbakat dan kreatif, media sosial menjadi mesin penghasil uang dan mesin untuk berkreatifitas. Hingga lahirlah sebutan selebgram yang mempunyai followers ribuan hingga jutaan pengguna Instagram. Karena apa tadi? Kepiawaian mengambil hati pengguna internet dengan kreatifitasnya.

Juga lahir beragam akun-akun Instagram yang berbagi ragam informasi, mulai soal kecantikan, kesehatan, traveling, makanan, keuangan hingga pola asuh anak. Semua hal itu bisa kamu temukan di media sosial.

Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia berada di posisi negara ke 6 pengguna internet terbanyak di dunia. Data ini diungkapkan Keminfo dalam websitenya, yang dikutip dari berita Kompas.com.

Serta Kompas.com juga merilis berita (16/5/2019) berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna internet di Indonesia telah mencapai 171,17 juta jiwa. Berarti 64,8 warga Indonesia telah terhubung ke internet.

Apa hubungan internet dengan literasi?


Kita harus pahami dulu apa itu pengertian dari literasi. Literasi sangat erat kaitannya dengan dunia membaca menulis, berbicara, berhitung dan memecahkan masalah dalam keseharian.

Di zaman yang serba internet ini, fungsi buku mengalami sedikit pegeseran. Orang-orang tidak lagi membaca buku, koran ataupun komik dalam bentuk fisik. Sekarang hal tersebut bergeser membaca melalui ponsel. Mulai dari media online, novel online bahkan juga situs komik online.

Semuanya bergantung pada satu hal, ponsel cerdas dan internet. Dua hal yang tidak bisa lagi dipisahkan dalam keseharian manusia.

Dalam menggiatkan literasi, tentu kita juga harus beradaptasi dengan zaman. Dulunya memang buku adalah sumber segalanya, namun sekarang internet lah yang menjadi sumber informasi. Apapun dan dimanapun bisa diakses dan tentu tak mengeluarkan uang yang banyak. Kamu hanya perlu mengisi paket data internet saja atau menggunakan wifi.

Di sinilah letak literasi berhubungan sekali dengan keberadaan internet yang telah menjadi kebutuhan. Internet bisa menjadi media dalam memancing literasi untuk anak.

Pentingnya Membaca


Bagi kaum Muslim, pentingnya membaca dalam Islam ditegaskan dalam Alquran. "iqra'! Itulah ayat pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.

Pentingnya membaca menghasilnya beragam petuah dan pribahasa di dunia pendidikan. Membaca Jendela Dunia mungkin kalimat itu tidak sangat familiar di telinga.

Bahkan dari kecil saya juga diingatkan jika tidak ingin menjadi orang bodoh, maka rajinlah membaca. Baca apapun! Tulisan di jalan, spanduk informasi, koran semua hal yang memiliki kata dan kalimat wajib saya ejakan. Begitulah cara orang tua saya mengajarkan saya dahulu untuk mengenal dunia.

Di zaman sekarang, disayangkan sekali jika orangtua kebanyakan hanya menggunakan internet untuk menghibur anaknya saja.

Coba saja kita perhatikan di tempat umum. Kebanyakan orang tua menggunakan ponselnya untuk memutar video supaya anaknya tidak rewel atau nakal. Memang tidak ada salahnya dengan ini, namun kenapa dia tidak memperlihatkan buku yang bergambar lucu atau mengajak si anak berinteraksi melihat sekelingnya?

Bagaimana seharusnya orangtua bersikap dalam memperkenalkan budaya literasi?

Rumah adalah sekolah pertama dari sang anak. Orangtua adalah guru perdananya yang akan membuka mata dan pikirannya untuk mulai mempelajari sesuatu.

Saya salut dengan orangtua yang mau mengelaurkan uang ratusan ribu untuk membelikan beragam buku cerita anak dan cerita bergambar untuk anaknya. Berarti mereka sangat sadar betapa pentingnya membaca dan bersahabat dengan kata-kata dan kalimat.

Namun bagaimana dengan orangtua dengan kemampuan ekonomi di bawah rata-rata? Saya yakin mereka tidak ingin membeli buku mahal dan lebih memilih untuk membeli beras atau baju anak.

Baik, kita ubah pertanyaannya, siapa sekarang yang tak rela mengucurkan uang untuk membeli paket internet dan ponsel canggih? Semua orang akan berusaha melakukannya karena itu adalah kebutuhan. Lebih penting dari sesuap nasi!

Saya bukannya mau menyindir atau berkomentar negatif. Melalui ponsel dan internet orang juga bisa mencari sesuap nasi, contohnya ojek online kan?

Sebelum kita memaksa anak untuk membaca dan mencintai literasi, ada baiknya hal ini dimulai dari orang tua. Kalau sekedar sadar namun tidak mencoba, sama saja bohong bukan?

Jika anak telah kecanduan menonton video di ponsel, menonton kartun dengan karakter yang menggemaskan, tidaklah salah. Namun akan lebih baik lagi, jika orangtua juga memperkenalkan huruf-huruf melalui kartun yang ditonton anaknya. Kemudian mengalihkannya ke buku-buku bergambar lucu.

Jika anak mulai muak, orangtua mungkin bisa membujuk anaknya dnegan ragam hal. Memutarkan video kesukaan atau lagu favorit, mengajaknya jalan-jalan, memberi snack favorit dan lainnya. Balik lagi, inti dari perubahan sang anak ada pada orang tua.

Karena itu, penting sekali orangtua melakukan perubahan yang signifikan supaya anak tertarik belajar. Kamu ragu dan kehilangan akal menarik perhatian anak? Gunakan ponsel canggih itu mencari informasi di internet. Semua hal ada di sana!


Internet dan metode orang dahulu


Kemudahan dalam dunia pendidikan  telah lama kita rasakan. Kita tidak perlu lagi repot-repot membawa buku yang tebal, karena sekarang telah banyak buku elektronik yang bisa di download dan disimpan di leptop atau ponsel. Semua serba gampang dan tidak ribet lagi.

Anak-anak suka dengan hal-hal yang mencolok dan baru. Jika ada yang baru, mereka akan sangat penasaran dan mencerca dengan beragam pertanyaan. Nah, kenapa kita tidak manfaatkan rasa penasaran mereka ini untuk budaya literasi?

Saya belum pernah punya anak, tapi saya pernah juga menjadi anak-ank. Sepenuhnya saya sadar bahwa daya tarik dan kemampuan anak berbeda-beda. Dan saya termasuk yang beruntung karena punya seorang nenek yang dulunya seorang guru.

Saya dan adik-adik saya suka sekali mendengarkan nenek mendongeng. Setiap malam ada saja yang menjadi topik cerita untuk kami. Dan juga nenek saya juga rajin menulis dan tulisannya sangat indah.

Begitu juga ibu saya. Beliau dulunya juara kelas dan aktivis di sekolahnya. Walau tidak sempat berkuliah, ibu saya punya ambisi yang tinggi untuk belajar, walau akhirnya terpaksa menikah.

Dua wanita inilah yang memperkenalkan literasi kepada saya. Tentu peran bapak saya juga ada. Mereka bertiga saling membahu supaya tidak mempunyai anak gadis yang bodoh.

Seperti anak balita pada umumnya, saya punya boneka, dan saya juga diberika pensil warna untuk mewarnai. Saya tidak mewarnai buku, tapi mewarnai dinding ruang tamu rumah. Dan hebatnya orangtua saya membiarkan saya melakukan itu. Kemudian bapak saya membelikan saya buku dan pena. Tidak untuk menulis, namun hanya untuk dicoret-coret saja.

Umur saya bertambah, mulailah saya diajarkan dan diarahkan supaya coretan saya berpola. Belum huruf, saya malah belajar membuat gambar ikan. Satu buku tulis isinya saya penuhi ikan beragam ukuran.

Sebelum masuk TK, saya sudah dibekali huruf alfabet, huruf hijaiyah dan angka 1-10. Masa TK saya pun berlalu dengan ceria. Bahkan setiap keluar rumah, orangtua saya akan menunjuk benda-benda yang ada undur huruf, kata dan angka, meminta saya mengejanya dengan lantang.

Didikan orangtua saya sudah mulai terasa saat saya masuk SD. Tak tanggung-tanggung, saya belajar membaca dengan cara paksaan. Jika salah salah saya menyebut huruf dan kata, satu pukulan lidi atau cubitan maut emak-emak melekat di kaki atau telapak tangan saya. Begitulah bagaimana saya awalnya terpaksa belajar membaca dan akhirnya saya jatuh cinta dan tergila-gila akan membaca.

Adapun inti dari cara yang diajarkan oleh orangtua saya yaitu:

1. Dari cerita yang menarik dengan mengasah kemampuan mendengar
2. Coret-coretan dinding
3. Memperkenalkan huruf dan warna
4. Mengajak berinteraksi di luar rumah dengan mengeja
5. Dengan unsur paksaan

Itulah tahap saya mengenal kata-kata hingga buku.

Bagaimana dengan zaman sekarang? Tentu metodenya berbeda. Seperti yang saya sebutkan di atas, orangtua bisa memutarkan ragam video kartun yang mengajarkan sang anak tentang huruf, angka da lainnya.

Tentu itu saja tidak cukup. Interaksi orangtua tetap penting dengan cara menyimpan ponsel dan membawanya ke luar rumah. Bisa ke taman bermain, toko buku, mal, atapun sekedar jalan-jalan di pasar.

Orangtua bisa menunjuk aneka kata di plang toko, buku-buku lucu, hingga memancing sang anak untuk menebak itu huruf apa. Kemudian orangtua bisa memancingnya dengan membaca ragam dongeng, hingga si anak makin tertarik.

Nah saat anak tertarik, orangtua harus menyelipkan motivasi betapa hebatnya orang-orang yang bisa membaca. Kemudian bisa juga orang tua membawa karakter lucu favorit si anak.

"Kamu tahu, Dinosaurus favorit kamu suka membaca"
"Tayo senang menulis angka 5 lho"
"Jika kamu sudah bisa membaca, nanti bisa jadi Spider Man lho" dan kalimat lainnya.

Itu hanyalah metode yang sangat sederhana. Intinya cara orangtua sangatlah penting dalam membangun candu si anak untuk membaca.

Persiapan orangtua



1. Ketahui dan harus paham betapa pentingnya membaca dan menulis
2. Carilah metode atau cara-cara menarik untuk menarik perhatian anak. Semuanya ada di internet.
3. Jika memungkinkan, mintalah pakar untuk membantu
4. Kenali apa kesukaan attau kecendrungan anak dalam belajar
5. Orangtua harus tahu buku-buku anak yang menarik
6. Seringlah ajak anak keluar rumah supaya dia tidak bosan dengan membaca buku saja
7. Terkadang, cara kekerasan atau memaksa sangat penting dalam mendisiplinkan anak


Bagaimana cara anak bisa berkembang dan beradaptasi saat dia di luar rumah, tergantung dari orangtuanya. Sebelum dia mampu membangun komunikasi di luar, tentu tempat pertama dia berkomunikasi adalah orangtua dan saudaranya.

Begitu juga dengan ketertarikan dnegan budaya literasi. Sebelum memaksa anak untuk woro-woro literasi, ada baiknya juga orangtua juga memaksa diri untuk mencintai literasi. Ikatan emosi Anda dengan sang anak tentu semakin kuat karena kalian berdua sama-sama belajar dan membangun ketertarikan yang sama. #SahabatKeluarga  #LiterasiKeluarga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(1)

Seperti malam yang sudah-sudah. Kau kembali hadir dalam mimpiku, yang membuatku setiap pagi harus menyadarkan diri. Ini hanya mimpi! Mimpi yang tidak akan ada di dunia nyata. Sekedar bertanya, apakah aku berdosa terjebak dalam rasa yang tidak biasa? Rasa yang tidak akan pernah aku dapatkan di tempat lain? Rasa yang bahkan aku tidak minta dia hadir dalam hariku? Aku mencari jawaban. Di sela-sela otak mereka yang sepertinya memiliki rasa lebih dalam terhadapmu. Aku cemburu? Tentu! Aku hanyalah wanita biasa, yang dianugrahi ambisi untuk memiliki! Dan menjadi satu-satunya yang memiliki! Aku tidak bisa berpura-pura lagi. Bahkan aku terlalu lelah untuk tetap berpura-pura. Bahwa aku baik-baik saja. Kata siapa? Aku hanya menghibur diri. Mata. Kita, eh.. lebih tepatnya aku adalah pengguna mata, dan menjadikan dia bahasa. Bahasa yang hanya aku mengerti. Yang tidak akan mampu diterjemahkan oleh orang lain. Kau adalah mereka. Tawa mereka adalah tawa kau. Aku? Hanyalah orang-orang yang engka...

DJKJ: Yang Datang Tiba-tiba (3)

Memang keputusan dari hati adalah pilihan terbaik. "Lo ingat nggak senior yang dulu pacaran sama kakak kelas kita di SMA?" "Oh yang kacamataan itu? Kenapa?" "Kayaknya gue naksir dia deh. Hahaha!" "Eh lu gila ya?" "Gila karena cinta sayangkuuuuu....." "Dia udah mau nikah sama pacarnya. Jangan dia deh, yang lain aja!" "Dia putus tuh sama pacarnya," "Sumpah? Demi apa?" "Yap!" "Dulu bukannya lu waktu SMA sempat naksir dia kan?" "Benar sekali Sri Ratu...." "Hmmm... Yakin nih naksir? Yakin udah move on?" "Belumlah!" "Terus?" "Nggak tau ah. Udah ya, gue mau bales chat dulu ini!" "Jangan sok sibuk. Siapa juga yang chat lu selain gue?" "Ya chat abang kacamata lah! Bye cintaku. Mmmuaaach!" Percakapan di atas tidaklah bohong. Cerita kami berlanjut di hari-hari selanjutnya. Bahkan gilanya, 24 jam terasa sangat kurang, jika bisa di...

Yeyy.... 'Liburan' ke Jepang!

Shibuya Crossing Penutup perjalanan akhir tahun 2019, saya mendapatkan kesempatan untuk liputan ke Jepang. Siapa sih yang tidak ingin ke Jepang? Saya salah satunya. Masih saya ingat momen saat Bunkasai di kampus, dimana semua tentang Jepang dipaparkan di sana. Salah satu yang menarik adalah penyewan baju yukata dan berfoto dengan latar Sakura. Sangat terlihat lucu dan saya tidak ada uang untuk menyewanya. Maklum saya salah satu mahasiswa kere di lingkungan sana. Kemudian saya celetuk asal-asalan kepada teman-teman saya "ntar aja dehm, gue mau foto di negaranya langsung saja," Tentu itu adalah ucapan asal-asalan mahasiswa yang makan saja susah. Boro-boro main ke Jepang. Namun beberapa tahun kemudian Tuhan berkata lain, karena urusan pekerjaan saya berkesempatan berkunjung ke beragam tempat. Jepang salah satunya." Sekedar informasi, Jepang adalah salah satu negara yang bervisa untuk paspor Indonesia. Dan saya mohon maaf tida kemngetahu s...