Langsung ke konten utama

DJKJ: Sebuah awal


Tak mudah ternyata lepas dari kisah yang lalu. Begitu melangkah, bayangan itu masih mengiringi. Kapan lepas? Kembali lagi ke waktu.


Malam ini begitu hangat. Langit begitu terang dengan lampu bangunan berkelap-kelip tidak karuan. Sunyi namun menenangkan.

Memang, atap adalah tempat terbaik menikmati malam. Kutarik nafas dalam-dalam dan perlahan melepaskan. Sudah saatnya bukan?

Wahai...

Teruntuk pria yang pernah datang, mengisi dan mewarnai ratusan Jumat, ku ucapkan terimakasih. Mari kita berbahagia, mari kita pilih jalan yang kita putuskan. Jalan yang kita sepakati dan jalani semua ini dengan indah.

Terimakasih telah datang di tepat waktu. Terimakasih membawa tangis dan duka yang bisa kita tertawakan nanti. Terimakasih telah membawa begitu banyak kisah yang bisa kita ulang di suatu masa nanti.

Terimakasih untuk jutaan detik setiap malam itu. Terimakasih untuk segala tatapan itu. Terimakasih untuk segala genggaman yang mungkin akan meninggalkan bekas di jemariku. Terimakasih untuk segala pertengkaran di Jumat malam. Terimakasih untuk pesan pengantar tidur dan semangat pagi itu. Terimakasih untuk semua.


Kamu bahagia, aku juga bahagia. Ingat, kita adalah manusia yang wajib memilih bahagia dengan cara masing-masing bukan?

Selamat untukmu, berbahagialah untukku. Itu saja.

Teruntuk diriku yang telah lelah menangis. Terimakasih telah menjadi kuat dan tertatih melewati ini semua. Terimakasih telah berani mencintai dan menerima.

Terimakasih telah berdiri kokoh dihadapan semua orang dan beristirahat saat semua pergi. Terimakasih telah membawa jantung ini berjalan dan berlari seperti orang-orang.

Sekarang saatnya kita istirahat, bukan? Aku akan memanjakanmu wahai diriku yang telah mencoba kuat. Saatnya kita berdamai dan istirahat.

Wahai lelaki dengan senyuman yang membayangiku. Apa kabar? Semua begitu indah saat mengingatmu. Semua begitu tenang saat aku tahu kamu diciptakan Tuhan ke dunia ini. Semua begitu tenang saat Tuhan mempertemukan matamu dengan mataku.

Ada kisah lucu yang ingin ku ceritakan kepadamu. Dua tahun lalu, di awal pertemuan kita, di awal aku menyimpan nomormu, aku pernah berceletuk seperti ini.

"Jika terjadi apa-apa nanti padaku, aku akan lari menujumu," itulah kalimat pertama yang aku ucapkan saat melihat fotomu di kontakku tiba-tiba.

Siapa sangka celetukan asal yang tiada berarah itu berunjung aku menatap senyumanmu lebih lama di saat aku butuh? Namun siapa sangka juga itu pertama dan terakhir, bukan? Betapa lucunya semesta.

Terimakasih telah membiarkan aku menatap senyumanmu lebih lama. Terimakasih untuk matamu yang sendu mengiringi senyuman indah itu. Terimakasih telah senyum di waktu itu. Terimakasih untuk suaramu yang akan menjadi irama terindah di kepalaku.

Berbahagialah semua wahai ....

Ku tarik nafasku dalam-dalam lagi. Sesak juga ternyata. Hahaha!

Malam itu hari Jumat, kututup buku catatanku yang bersampul hijau itu. Langit begitu indah menghibur air mataku yang tidak terbendung.

Tak mudah berdamai dengan diriku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...