Langsung ke konten utama

DJKJ: Panggilan dari Rumah (2)



Kenapa begitu mudah bagi orang-orang untuk berkata semuanya baik-baik saja? Kenapa aku begitu rapuh menghadapi kenyataan tidak seindah impian di diari yang aku tulis di malam itu?

Tahun Baru pun datang. Secercah harapan pun kutuliskan dalam catatan impianku. Aku siap!

Apakah hariku tenang? Tentu saja tidak, mana ada kesempatan untuk itu?

"Jangan lama-lama. Aku sudah siap. Percepatlah!"

Kalimat dari saudaraku tentu masih menghujaniku. Tapi persetan dengan itu. Aku tertawa dan bisa lagi tertawa.


"Woi, gimana? Enak malam pertamamu?" teriakku dalam panggilan video pada sabahat lamaku.

"Yakin kau mau dengar sensasi malamku?" goda kawanku di seberang sana.

"Tidak!" Kamipun tertawa.

"Aku senang kau sudah mulai tertawa lagi," tetiba sahabatku mengucapkan kalimat yan menhgejutkan itu.

"Eh gimana?"

"Ya, kau sudah mulai tertawa. Aku senang. Karena lelaki tersenyum yang kau ceritakan itu?"

"Mmmm ...entahlah. Aku tidak sadar kalau aku ada yang berubah dihidupku akhir-akhir ini,"

"Kamu tahu, saat pertama kau bercerita tentang lelaki itu mukamu berseri kemerahan. Aku sengaja membiarkan karena aku tahu, inilah waktumu. Kau senyum-senyum seperti dulu kau jatuh cinta pada kekasih lamamu. Namun senyum kali ini berbeda, kau lebih berbunga,"

"Oh ya?"

"Bagaimana?"

"Apanya?"

"Lelaki dengan senyuman itu,"

"Entahlah. Mungkin tidak," ungkapku sambil tertawa.

"Jangan mulai lagi. Sampai kapan?"

"Ya bagaimana lagi, tidak ada pintu yang bisa kumasuki. Langkah kakiku juga terhenti dan kehilangan arah. Aku harus apa?"

"Kau yakin?"

"Sangat,"

"Kau akan berhenti?"

"Ya, mungkin,"

"Jangan ragu!"

"Entahlah. Dua tahun yang lalu aku pernah bergumam aneh sih jika dia orang yang akan kutuju nanti. Tapi entahlah," aku tertawa lagi.

"Kapan kau akan berubah? Tidak lelah?"

"Lelah itu pasti. Tapi kau tahukan apa yang ku mau?"

"Ya, kau ingin melepas gundahmu dengan bepergian ke seberang. Tapi bukan berarti kau menghilangkan kesempatan ini bukan?"

"Aku ingin, dia tidak. Gimana dong?" kembali lagi kita tertawa.

"Dasar. Yasudah, kau lakukanlah yang dimau. Aku akan mendukungmu,"

"Makasih woi,"

"Suamiku sudah pulang. Kau ingin melihat aksiku?"

"Bangsat! Sudah sana matikan," kami menutup cerita malam itu dengan tertawa dan senyuman merekah dibibirku.

Malam itu adalah malam jumat. Pantas saja temanku buru-buru mematikan panggilanku.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...