Menjadi anak kos adalah prestasi yang patut gue banggakan. Kenapa? Karena butuh perjuagan dan penuh liku-liku.
Tak hanya masalah uang dan perut. Namun juga percintaan yang penuh warna menghiasi kehidupan anak kos. Tak hanya sekedar cerita kuliah, hingga kerja dan merantau ke seberang pun cerita tentang kosan pun tak kan pernah sirna.
Sebelumnya gue akan memperkenalkan diri secara resmi. Nama gue adalah gue. Lo nggak perlu tahu nama gue, yang perlu elo tau, gue sayang elo semua. Lah?
Baik...
Kami barisan anak kos yang tergabung dalam TPTHCITNDJ (dibaca tipetehicattangdijal) Tim Pepet Terus Hingga Chattingan Tapi Nggak Diajak Jalan akan mempersembahkan kisah lika-liku anak kos yang mengelus-elus dada.
Selamat menikmati!
---
Hari ini hari Minggu. Supir travel yang membawa dari kampung pun berhenti tepat di sebuah bangunan bertingkat bercat putih, dengan tangga besi yang ada di sampingnya. Rumah tingkat ini sangat biasa saja, tidak ada cafe, minimarket, orgen maupun warnet. Anda mau apa, woi?
Kutarik koperku yang berwarna coklat yang rodanya hilang sebelah dengan susah. Kenapa bawaanku terasa berat sekali? Apa yang dimasukan oleh Mama hingga beratnya membuat tanganku bergetar?
Kreekk... Begitulah bunyi gerbang calon rumahku selama kuliah. Besi gerbangpun telah berkarat dan kalau bisa berkata-kata kotor, dia akan memakiku yang jalan begitu saja setelah menendangnya secara tidak sengaja.
Keluarlah wanita paruh baya dengan daster kuning cerah berjilbab sarung berwarna hitam.
"Nak Syanti, sudah sampai?"
"Belum Buk. Masih di jalan saya," menjawab dengan sok asyik.
"Ahh bisa saja kamu. Yuk, mari masuk,"
"Bawain koper saya dong Buk," tapi ini gue ngucapnya dalam hati. Wekekek..
Dengan tangan gemetar, gue tariklah koper beroda satu. Ya Tuhan, ini isinya apa?
Setelah basa-basi obrolan dengan penjaga kosan, mulailah berberes. Dengan sangat penasaran, aku bukalah koper dan terdiam. Sepertinya Mamaku ada dendam dan kepuasan tersendiri melepasku jadi anak kos.
Aku akan jabarkan secara detail isi koper yang entah bagaimana Mamaku bisa menyusun serapat ini.
Dibagian kanan ada beras, cabe giling plastik setengah, bawang merah, bawang putih, piring dan sendok dua pasang, kentang, ubi, dua bungkus rendang di plastik 1 kilo, dua bungkus goreng ikan, dan 2 bungkus goreng tempe ikan teri.
Dibagian kanan ada 5 pasang baju, daleman, 1 selimut tipis, mukena, sajadah, handuk, perlengkapan mandi, sepatu, dokumen pribadi, sendal jepit, hanger 3 biji.
Kenapa kesannya gue diusir dari rumah ya? Dengan segera aku menelfon Mamaku untuk klarifikasi.
"Ma, ngusir aku ya?"
"Lho, kok gitu?"
"Ini kenapa ada beras, cabe, bawang, dan lauk banyak gini? Perasaan aku cuma masukin baju deh semalam,"
"Oh iya. Beras itu dari Nenek Alif, dia maksa kasih ke kamu. Cabe, bawang, kentang dan lain itu dari Nenek Ba. Piring dan gelas dari Nenek Ta, rendang dan ikan dari Mama. Kenapa?
Sebelum melanjutkan percakapan, sekedar pemberitahuan nggak berfaedah nih. Jadi, aku punya banyak nenek, mulai dari kandung hingga hubungan jauh. Jadi untuk gampangnya dikashi urutan berasarkan huruf Hijayah saja ya.
"Ya Allah, kan bisa dibeli semua Ma di sini! Berat tau," aku protes.
"Kamu ada duit buat beli?"
"Mmm.. enggak sih,"
"Yang ngasih kamu duit, siapa?"
"Mama Papa lah. Masak tetangga,"
"Nah jangan protes. Kamu kan bisa hemat sementara kan? Bersyukur dong. Mau dikutuk?"
"Iyaaaaaaa... Maaf Nyonyaaaaa!" ku matikan telfon dan langsung berberes.
Oh iya, sedikit gambaran. Kosanku ini tidaklah jauh dari kampus dan sangat strategis. Berada di pinggir jalan dan tak jauh dari pemberhentian bus kampus. Harganya pun terjangkau, tidak seperti cintaku kepadamu. Krik krik krik.
Ada 10 kamar, 5 di atas, 5 di bawah dan setiap kamar di isi tiga orang. Kamarnya berukuran 3x3 dan silahkan bayangkan seperti apa susunan kami di dalamnya ya. Dan untuk kamar mandi terpisah dan kita makainya bersama.
Aku belum bilangkan, kalau aku bawa kasur dari rumah? Yap, Mamaku sang pendekar hemat bersahaja menggulung kasur tersebut dan mengirimnya dengan mobil travel.
"Kasur di rumah banyak, tak usah beli!"
Kugelarlah kasur di atas dipan yang disedikan oleh kosan. Kukeluarkan beras dan kawan-kawannya dan kususun rapi di bawah dipan.
Perut ku terasa lapar, kumasaklah nasi dengan magic com yang sudah kubeli sebelumnya dan kutitip saat awal booking kosan. Beras kucuci, dan kucoloklah.
Klek! Listrik tetiba mati.
"Woi siapa yang masak nasi ini? Gantian kenapa? Gue lagi gosok baju nih mau kuliah,"
Teriakan kamar sebelah yang kencangnya menggelegar.
Ya Tuhan, perdana jadi anak kos langsung disambut teriakan.
Selamat datang di drama anak kosan laif!
Selamat datang di drama anak kosan laif!
Komentar
Posting Komentar