Langsung ke konten utama

DJKJ: Panggilan dari Rumah


Malam ini hujan rintik disertai petir yang menggelegar tidak karuan. Aku yang sedang bermain ponsel terhenyak dan menjatuhkan ponsel tepat di wajahku. Sial, sakit juga ternyata.

Tetiba panggilan telefon masuk dan dari saudara laki-lakiku.

"Hei apa kabar? Jangan kau pikirkan lagi masalah yang lalu. Ayo mencari!" ujarnya dari seberang sana.

"Inginku seperti itu. Tapi mungkin butuh waktu, sabarlah. Kenapa? Kau ingin melangkahiku?"

"Seperti yang aku bicarakan sebelumnya Kak, aku sudah siap bersama pasanganku,"

"Serius berarti apa yang kau bicarakan?"

"Iya. Aku siap. Tapi orang tua kita melarangku dan tidak memberi izin. Mereka tidak ingin kau kulangkahi. Pamali,"

"Yakin kau mau menikah?"

"Ya. Aku yakin. Bisa kamu percepat diri kak?"

"Jangan kau paksa aku. Aku akan menikah jika aku mau dan aku siap. Aku tak butuh alasan orang lain dan jangan pernah memaksaku. Nanti aku bicara dengan ibu," tutupku di malam itu. Setelah itu hujan deras mengguyur lamunanku.



---

"Hallo Ma. Sepertinya Mama tahu kenapa aku menelfon hari ini bukan?"

"Ya, terkait adikmu,"

"Kenapa Ma? Kenapa harus ditambah lagi beban dipundakku?"

"Tidak ada izin. Tabu bagi kita,"

"Jangan paksa aku," suaraku berubah serak, air mataku jatuh begitu saja dan ibuku terdiam. "Bagaimana dengan Papa?"

"Sama. Tetap tidak ada izin. Sebelum kamu menikah tidak ada adik-adikmu yang menikah," suara ibuku tegas di ujung sana.

"Aku sudah katakan kondisiku seperti apa? Hancur dan tidak mudah menemukan orang yang mau menerimaku. Sekarang jangan perumit lagi hidupku. Aku mohon, aku sangat lelah untuk membahas ini Ma. Tolong," pintaku.

"Bicara saja dengan Papamu," ibuku menyerahkan panggilan itu ke Papaku.


--

"Pa. Bisa kasih izin untuk adikku menikah,"

"Kamu kapan mau nikah?"

"Entahlah... Aku belum memikirkan hal itu,"

"Tidak ada izin dari Papa sebelum kamu menikah. Pamali melangkauhi anak pertama dan kau perempuan. Keputusan Papa sudah bulat. Tidak ada izin menikah sebelum kau Papa lepas dengan pria yang mencintai. Tidak akan!"

"Hidupku sudah sulit Pa, jangan seperti ini. Jangan persulit niat adikku,"

"Kalian anak-anakku. Tidak ada niatku mempersulit hidupmu maupun adikmu. Sudah kita hentikan pembicaraan ini,"

Malam itu, tepat di Kamis malam. Hujan semakin deras begitu juga dengan air mataku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...