Malam ini hujan rintik disertai petir yang menggelegar tidak karuan. Aku yang sedang bermain ponsel terhenyak dan menjatuhkan ponsel tepat di wajahku. Sial, sakit juga ternyata.
Tetiba panggilan telefon masuk dan dari saudara laki-lakiku.
"Hei apa kabar? Jangan kau pikirkan lagi masalah yang lalu. Ayo mencari!" ujarnya dari seberang sana.
"Inginku seperti itu. Tapi mungkin butuh waktu, sabarlah. Kenapa? Kau ingin melangkahiku?"
"Seperti yang aku bicarakan sebelumnya Kak, aku sudah siap bersama pasanganku,"
"Serius berarti apa yang kau bicarakan?"
"Iya. Aku siap. Tapi orang tua kita melarangku dan tidak memberi izin. Mereka tidak ingin kau kulangkahi. Pamali,"
"Yakin kau mau menikah?"
"Ya. Aku yakin. Bisa kamu percepat diri kak?"
"Jangan kau paksa aku. Aku akan menikah jika aku mau dan aku siap. Aku tak butuh alasan orang lain dan jangan pernah memaksaku. Nanti aku bicara dengan ibu," tutupku di malam itu. Setelah itu hujan deras mengguyur lamunanku.
---
"Hallo Ma. Sepertinya Mama tahu kenapa aku menelfon hari ini bukan?"
"Ya, terkait adikmu,"
"Kenapa Ma? Kenapa harus ditambah lagi beban dipundakku?"
"Tidak ada izin. Tabu bagi kita,"
"Jangan paksa aku," suaraku berubah serak, air mataku jatuh begitu saja dan ibuku terdiam. "Bagaimana dengan Papa?"
"Sama. Tetap tidak ada izin. Sebelum kamu menikah tidak ada adik-adikmu yang menikah," suara ibuku tegas di ujung sana.
"Aku sudah katakan kondisiku seperti apa? Hancur dan tidak mudah menemukan orang yang mau menerimaku. Sekarang jangan perumit lagi hidupku. Aku mohon, aku sangat lelah untuk membahas ini Ma. Tolong," pintaku.
"Bicara saja dengan Papamu," ibuku menyerahkan panggilan itu ke Papaku.
--
"Pa. Bisa kasih izin untuk adikku menikah,"
"Kamu kapan mau nikah?"
"Entahlah... Aku belum memikirkan hal itu,"
"Tidak ada izin dari Papa sebelum kamu menikah. Pamali melangkauhi anak pertama dan kau perempuan. Keputusan Papa sudah bulat. Tidak ada izin menikah sebelum kau Papa lepas dengan pria yang mencintai. Tidak akan!"
"Hidupku sudah sulit Pa, jangan seperti ini. Jangan persulit niat adikku,"
"Kalian anak-anakku. Tidak ada niatku mempersulit hidupmu maupun adikmu. Sudah kita hentikan pembicaraan ini,"
Malam itu, tepat di Kamis malam. Hujan semakin deras begitu juga dengan air mataku.
Komentar
Posting Komentar