, Hari ini adalah
hari yang cukup menyenangkan bagi gue.
Why?
Karena :
-
Mau ajah...
-
Pergi ke PA ( Plaza Andalas) norak kan??
-
Beberapa hari lagi gue dilantik jadi anggota
penuh Pramuka Unand
-
Ujian nggak dapet. Huhuhu!
-
Gue lagi jatuh cinta. ( ini paling penting men!)
Pagi harinya, saat mentari masih enggan bangun, gue bangkit
dari peraduan gue dengan selimut dan bantal yang menemani gue beberapa jam dari malam tadi. Dengan tergopoh dan hoyong, gue menuju pemandain terdekat
dan membasahi muka doank. Hehehe!
Tengok ponsel ternyata telah menunjukan pukul tujuh kurang.
Dan dengan sangat tergopoh sekali gue kembali menuju pemandian terdekat dan
mandi pastinya. Dan siap-siap ujian.
Ujian pada hari ini adalah ujian FONOLOGI. Sekali lagi gue
perjelas pemirsa.. FONOLOGI!
Merupakan salah satu mata kuliah yang otak gue sangat mandet
dalam pelajarannya. Sumpah! Lebih baik gue belajar Fisika dari pada menghadapi
Fonologi. Begitulah saking mandetnya otak gue.
Ini bukan penyakit yang hanya guesendiri yang menerima. Ada
beberapa anak lokal yang senasib dan seperjuangan dengan gue. Gaya mereka aja
yang sok-sok ngedenger. Padahal mah! Mandet!
Hahahah! Piece coy!
Kemudian gue ngelirik sedikit catatan gue yang hampir mirip
dengan bungkusan ikan asin. Koyak abis! Walau begitu, tetap catatan yang
diminati loh? Buat ngelap meja!
Kemudian dengan langkah pasti gue meninggalkan kamar, walau
dalam otak gue ‘UDAH SYANTI! NYANTAI AJA, GUE
YAKIN OTAK LU TETAP MANDET KOK! SEMANGAT YAH!
Dan dekat PKM, teman- teman gue telah menunggu. Dengan
senyum malu- malu gue dekati mereka.
‘ngapain lu nyengir ? nggak akan tergoda kita mah! Telat!
Udah jam berapa ini!’ Indri neriakin gue.
‘iya nih! Selalu aja telat! Bangun jam berapa loh?’ Winda
menambahkan panas suasana.
‘wew! Maaf dung woi. Nyantai ajah nape. Ntar nggak dapat lu
ujian baru tau.’ Jawab gue santai.
‘terserah lu deh!’’ jawab mereka kesal.
Hehehe! Lagian Jurah dan Jel belum nyampe kan? Soo! Ngapain
lu marah- marah? Toh! Kitamasih tetap nunggu kan?’’ gue bela diri.
‘iya tetap aja lu telat!’ mereka tidak mau nyerah.
‘udah donk! Ngapain pagi marah- marah? Slow baby,’’ gue menyantaikan suasana.
Kemudian kami sibuk dengan kegiatan masing- masing. Winda
dan Indri sibuk komat kamit sambil memegang catatan mereka masing-masing.
Sedangkan ggue? Tentu megang ponsel donk!
Ngapdet status!
Karena prinsip gue, hidup nyantai aja lagi nggak perlu dibaa
serius. Beda dengan 5 teman gue lainnya, Jurah, Jel, Yulia, dan kecebong
berdua. Mereka sangat serius menghadapi apa saja hal yang erhubunga ndengan
kuliah. Toh! Siapnya juga sama dengan gue nantinya? Ah!
Tak lama kemudian Jurah dan Jel datang, dan tanpa pikir
panjang gue langsung aja naik motor Jel.
‘maju Jel,’ kata gue sambil menjulurkan tangan gue kedepan,
laksana kapten kapal.
‘eh bego! Ngapain lu? Baik-baik donk posisi lo! Berat gue
nyeimbangin badan lu yang gede gitu!’ kata Jel dengan kesusahan menompang
motornya karena menahan badan gue.
Sedikit informasi disini kawan-kawan, Jel dan Indri
merupakan mahluk yang mempunyai badan diluar jalur normal. Hehehe! Maksud gue
dia nggak sebesar badan gue, lebih kecil sedikit dari gue.( sok kurus gue!).
Mereka berdua hanya sepundak gue, dan besar badannya setengah gue. Beda tipis kan?
‘hehehe! Maaf neng,’’ kemudian gue turun lagi dari motor dan
pindah ke motor Jura.
‘woi! Lu ngapain sih! Gue disini ama Winda,’’ Indri teriakin
gue.
‘idih! Gue numpang duduk doank!; kemudian gue pindah ke
tempat Jel kembali.
‘udah woi! Berantem mulu! Udah jam berapa ini. Ayo
berangkat! Nanti kita telat ujiannya.
Kemudian kamipun menuju ruangan ujian.
Seperti biasanya, setiap ujian para mahasiswa akan datang
cepat dan mengambil posisi yang diinginkannya. Ada yang ambil di belakang
supaya nantinya tidak diawasi oleh
pengawas jika nyontek, ada yang duduk di depan karena yakin ujian bisa di
kerjalan dengan benar.
Dan tentu, gue ambil posisi depan. Karena gue yakin,
gue nggak bisa ujian, dan bisa nyontek
ama anak-anak yang di depan. Hehehe! Strategi yahut!
Tapi kali ini, gue milih duduk di belakang, karena sangat
tidak memungkinkan bisa nyontek kalau di depan karena pengawasnya sangat
terkenal dengan pemarahnya. Dansatu ;agi, dosen mah nggak ada yang tau siapa
nama gue, jadi gue nggak terlalu khawatir jika nanti dipindahkan ke depan. Pura- pura bego aja.
Pengawaspun masuk, dan gue peratiin kenapa rame duduk di
belakang dari pada di depan yah? Apa ada kesalahan atau bangkunya yang di depan
pada rusak?
Tiba-tiba gerombolan masuk dengan langkah cepat, pasti ada
dosen.
Bener aja! Dosen alias pengawas masuk. Pada kali ini yang
mengawas adalah buk Elidelfia, beliau yang mengajarkan Fonologi pada kelas gue
setelah UTS. Dan gue bersama kawan lainnya ppada duduk di belakang. Gue tetap
santai karena gue yakin nggak akan di pindahkan ke depan.karena dosen nggak ada
yang tau nama gue, maklum, kurang populer. Hehehe! Gue yakin!
Kemudian, Dosen masih sibuk dengan soal dan lembar jawaban,
gue masih sibuk dengan ponsel gue. Ya ngapain lagi? Kalau nggak buka Fb?
Tak lama kemudian, temen-temen yang duduk di belakang di
pindahkan ke depan. Gue pura- purabego aja, puranya nggak tau. Tapi..
‘Syanti,’’ suara itu menyebut nama gue, dan itu mengagetkan
gue.
Gue engok kiri- kanan, siapa yang manggil?
Kemudian tengok ke arah depan,
‘ya kamu, Syanti. Pindah ke depan!’ ternyata buk Eli yang
manggil gue.
‘eh! Eh..oh! iya buk,’ gue bingung, dan langsung berjalan ke
arah bangku yang terletak di depan.
Beberapa hal yang ada dalam fikiran gue :
-
Buk Eli tau nama gue? Lah! Kok bisa yah? Padahal
gue bukan mahasiswa yang aktif ( dalam belajar ding! Mandet!)
-
Kalau gue di depan, kemanakah arah gue nyontek?
-
Gue harus
apa? Ya Tuhan!
Dengan pasti, gue ambil posisi duduk dekat Lusi, salah satu
teman gue yang kalau kuliah duduk di
barisan depan. Dan gue pikir, pasti dia ngerti beberapa materi dalam
mata kuliah ini. Cukup lega lah!
Soal di bagikan, dan dengan deg degan gue menanti kedatangan soal dan..
YA TUHAN! APA-APAAN INI? SOAL APA INI? PELAJARAN APA INI?
SIAPA DOSENNYA INI?
AAAAA!
Gue panik, nggak ada soal yang gue kuasai satupun.
Ah! Ini lah resikonya nggak belajar selama ini (TOBAT!)
Gue lihat ke arah depan, buk Eli pada sibuk mengawasi kami
ujian. Liat ke arah samping, teman- teman pada sibuk ngerjain soal ujian. Ada
berbagai ekpresi yang tertangkap oleh gue :
-
Ada yang nulis nunduk banget, ampe gue aja nggak
bisa liat lembar jawabannya mana. Ditutupin! Tu orang nggak sakit apa matanya
dekat gitu nulis. Ckckc! Atau dia sakit pundak? Sehingga kalau nulis harus
nunduk gitu? Kasian yah! Padahal selama ini dia baik- baik saja kok.
-
Ada yang ngedip- ngedipin mata terus komat-
kamit. Ngapain itu woi? Mikir? Segitunya! Apa jangan- jangan dia dukun, dan dia
melihat ada hantu di soal? Wah!
-
Ada yang ngupil. Beh! Ini disensor!
-
Ada yang duduk, tampu di tumpang pakai tangan
dan tatapan mata kosong. Nah! Ini gue banget nih, pasti nggak dapat ujian! Hah!
Dapat kawan sejawat gue.
Lalu gue kembali fokus ke soal, gue baca berulang-ulang. Gue
baca doa mau tidur, doa mau makan, doa masuk WC, doa bercermin, nggak ada juga
yang dapat. Gue nggak tau harus ngapain, mau nyontek, suah!
Dengan pasrah, gue biarkan waktu berlalu dan terbuang
sia-sia tanpa gue melakukan apapun.
Dan saat gue noleh ke arah Lusi ternyata dia udah siap!
Betul tebakan gue! Dia ngerti pelajaran ini, dengan malu- malu gue manggil
Lusi,
‘Lusi, tunjuki donk nomor 3,’ pinta gue.
‘oh. Oke!’, lalu dia membacakan isi jawaban nomor tiga, dan
gue selamat satu soal. Kemudian gue memanfaatkan bakat membual gue dalam
menjawab soal. Gue ngarang saudara-saudara!
30 menit sebelum waktu habis,
Beberapa orang maju mengumpulkan lembar jawabannya, dan gu
masih ada 2 soal lagi yang belum gue karang jawabannya. Ah! Hebat nih orang ya
bisa nyelesaikan soal begitu cepat.
Dan menit- menit terkhirpun datang, dan gue menyelesaikan
karangan gue dan langsung ngumpulin.
Dan langsung keluar. Diluar disambut oleh Jel, Zurah,Winda,
Yulia dan Indri. Mereka merupakan beberapa orang yang dekat dengan gue selama
kuliah ini.
‘eh, kemana kita hari ini? Pargi yuk, suntuk otak gue
ngingat soal ujian tadi,’ kata gue.
‘ya nih! Kemana kita? Ke PA aja, main games.’ usul Zurah.
‘ayook!
Kemudian kami pergi berlima, karena Yulia ada halangan, dia
nyusul kemudian. Dan gue ngajak teman gue Ani, kita berencana untuk membeli
beberapa perlengkapan untuk pelantikan Pramuka nanti.
Dengan sopir umum kami ( baca : angkot) kamipun melaju ke
Pasar Raya dan naik angkot lagi menuju Plaza Andalas.
Ada satu hal yang membuat gue sebenarnya malas pergi ke
pusal belanjaan seperti ini atau yang kalian kenal dengan mall. Kenapa? Dulu waktu gue kecil, saat libur di Pekanbaru,
gue sama mama dan Tante gue pergi kepusat belanjaan disana, dan saat di
eskalator, ada anak kecil yang lari-lari dan terjepit diantara jenjang
eskalator.
Ya Allah! Lu bayangin aja bagaimana kesakitan yang diderita
tuh anak. Di sepan mata gue kejadian itu, sejak itulah gue takut kalau bertemu
dengan eskalator. Kalau ada tangga mah, gue lebih milih tangga.
Dan setiap pergi jalan- jalan SMA dulu, pasti ujung-ujungnya
ke pusat belanjaan. Dan tentu sangat tidak lucu sekali jika gue tinggal di
mobil hanya karena alasan ‘takut naik eskalator’. Beruntung teman-teman gue berbaik hati
mentertaakan gue dan mau membimbing gue naik tu tangga berjalan. Itulah
kejadian yang selalu gue terima setiap berkunjung ke pusat berlanjaan.
Kembali lagi ke cerita sebelumnya, gue juga nggak suka
BADUT! Karena gue pikir mereka itu seram, ada badit yang make topi kerucut,
terus pipinya ada bundaran merah. Dan hidungnya makai pimpong merah. Yang gue takut yang kayak gitu!
Sebelum gue melihat anak kecil kejepit itu, gue melihat kerumunan
anak-anak yang menjerit kesenangan. Dan saat gue lagi melengah ke arah lain,
tiba-tiba ada badut saat gue balikin badan, dan,,
‘MAMAAAAA! ADA BADUT!’ gue menjerit ketakutan, gue nangis
sambil teriakteriak nggak!
‘cup cup.. udah udah. Om badutnya baik kok,’ bujuk mama gue.
‘tidak! Aku takut ma!’ gue masih menjerit ketakutan.
Ini badut juga resek, udah tau gue ketakutan kayak gitu,
bukannya pergi malah bertingkah aneh, mulai julurin lidah, muter mata dan
lainnya.
Anak-anak disekitar gue tertawa malihat kayak itu, gue malah
nangis ketakutan! Ah.!
Tapi baru kini gue sadari, badut itu LUCU, IMUT dan
BERSAHABAT.
Tapi tetap bagi gue itu SERAM!
Nah, sesampai di depan PA, kamipun masuk ke dalam dan
melihat berbagai macam barang yang dijual. Aada baju, celana, sepatu, tas,
elektronik dan sebagainya. Eh! Setelah gue membaca kembali apa yang gue tulis,
ternyata gue norak! Semua orang mah udah pada tau apa yang ada dalam pusat
perbelanjaan.
Hehehe!
Maaf!
Kamipun naik kelantai dua, dan disana gue melihat toko SLR.
Jantung gue berdegup kencang, mata gue lirik sana-sini dan memperhatikan isi
toko dari luar ( kayak maling aja gue).’ Kapan gue bisa beli kamera ya Allah!’
Kemudian kami melewati toko HP. Beh! Gue langsung nuupin
mata, nggak mau ke goda dengan model ponsel yang beragam. Kitaterus ke lantai
4,pastinya kita melewati lantai tiga dulu donk.
Sesampai diatas kami langsung berlari kezona games! Weh!
Sudah lama gue nggak main ke tempat beginian mah. Mana ada di ksmpung permainan
kayak gini? Yang ada kita main pakai kayu singkong, kalleng bekas, terus perang
pakai ketapel. Itu beberapa permainan tradisional yang jarang kita temukan pada
zaman sekarang.
Kamipun beli koin dan sibuk main dengan permainan yang kami
pilih sendiri.gue dan Ani milih main basket. Dan yang lain gue nggak tau
kemana. Dan akhirnya kia patungan beli
koin untuk permainan dancer. Kemudian
kami menuju TKP, koinpun di masukan dan..
‘Jel, kok nggak jalan yah?’ tanya gue.
‘nggak tau nih.’ Jawab Jel sambil menekan tombol START.
Guepun berinisiatif untuk menendang tu mesin. Dung dung!
‘giman?
‘nggak ada perubahan sama sekali. Malah koinnya keluar
sendiri nih,; jawab Jel sambil menunjukan koin yang kami masukin tadi.
‘ah! Ke mesin satunya lagi aja,’ usul Indri.
‘mmm! Usulan bagus. Ayuk!’ ajak Zurah.
Kamipun jalan beberapa langkah dan,
‘eh! Nggak jadi deng!’ gue berhenti.
‘lah! Kenapa? Kan lu dari tadi ngotot main ini games,’ tanya
Winda.
‘itu liat!’ gue nunjuk ke arah mesin.
Kemudian 10 mata itu langsung melihat ke arah objek yang gue
tunjuk.
‘nggakada apa-apa,’’ jawab Jel santai.
‘apanya yang nggak! Liat donk! Ada dua cowok disana! ‘ gue
emosi.
‘terus urusannya? Tanya Zurah polos sekali.
‘bego! Emang lu mau goyang kayak bebek sakit pinggang
diliatin ama cowok?’ gue teriakon Zurah.
‘eh! Iya. Maaf woi. Santai donk! Nggak baik emosi.’ Zurah membujuk gue dengan kedipan matanya.
‘ah!’ gue mendesis.
‘gini aja, kita tungguin aja tu orang main dulu,’ usul
Indri.
‘ide bagus. Cari tempat duduk yuk, kasian ini si Ani, dia
puasa,’ jawab gue sambil nengok sana-sini cari tempat duduk.
‘disana ja deh,’ ajak Winda sambil menuju tempat duduk yang
ada di pojok dekat mesin game yang kami incar.
Kamipun duduk dengan pose masing-masing.
‘eh, SMS Yulia, ada dimana dia sekarang?’ tanya ue.
‘oke,’ jawabIndri sambil ngirim pesan ke Yulia.
‘eh liat! Abang tu main,ih keren!’ kata Zurah sambil
memperhatikan pemain.
‘iya! Ganteng lagi cowokny,’ sambung Jel sambil cekikikan.
‘lah! Ganteng apanya? Tampang homo gitu woi!’ gue merusak
suasana.
‘’alah! Ganteng! Lu bisa nggak berhenti bilang cowok tu
homo! Nggak punya pacar lu nanti baru tau,’ Indri menghardik gue.
‘’ya palagi coba! Pergi berdua aja, ngomong bisik-bisik.
Apalagi coba!’ gue nggak mau kalah.
‘bisa aja mereka sahabat karib kan!’ Winda nambah lagi.
‘udah woi! Kasiain tu orang kita omongin mulu,’’Ani
menengahi kami.
Kemudian gue diam aja, sambil melihat ke arah orang yang
main dengan gelisah.
‘eh! Yulia udah jalan kesini, katanya sebentar lagi dia
sampai sini,’ Indri mecahin keheningan kita.
‘oh oke!
Tak berapa lama kemudian Yulia datang,
‘eh, kenapa pada bengong aja! Tumben nggak ada yang
teriak-teriak?’ kata Yulia sambil nyelip diantara Indri dan Winda.
‘emang kebun binatang apa teriak-teriak,’ jawab Jel.
Gue tetap melototin orang main.
‘aduh! Lama banget sih ini orang main yah! Daritadi cuman
bengong aja, nah! Itu baru dia buka sepatu,’ gue ngomong sendiri.
‘’sabar dong Syan, liatin aja dulu. Itung-itung belajar,’
Ani menasihati gue.
‘iye! Tapi lama!.’ Guemasih ngotot.
Mulai dari buka sepatu, kemudian itu orang tetap nobrol
dengan temannya. Idih! Dekat-dekat lagi ngomongnya. Geli gue!
Dan beberapa menit kemudian dia baru berdiri dan masukin
koin. Musikpun berdenting keras. Beberapa mata tertuju pada tu cowok yang
menari mengikuti hentakan yang ada dalam games!
Cool men!
Kit menikmati setiap dentuman yang di bawakan tu cowok.
Keren! Dan walaupun begitu gue masih nunggu giliran buat main pakai tu mesin.
Cowok itupun selesai,
kita menarik nafas lega karena itu berarti itu orang akan pergi. Tapi
apa yang terjadi?
‘eh, tu orang kok malah masih duduk di situ yah?’ gueberdiri
dan melihat ke arah mesin.
‘iya, padahal dia tidak main lagi.’ Sambung Indri.
Sungguh, gue sangat kesal ama tu orang berdua.
Gue terus menatap tu mesin untuk menunngu antrian gue. Memang iya tu cowok
telah selesai main, tapi dia masih aja duduk disitu. Memang iya, nggak ada
salahnya dengan dia duduk dekat mesin. Tapi kami malu donk! Diliatin cowok
gitu, ditambah kita bukan anak dance, dan ini pertama kalinya kitamain
beginian.
Tragis!
Kemudian tu cowok memakai sepatunya, dan kami benafas lega,’
yes! Tu orang akhirnya pergi!
2 menit, masih ngobrol.
5 menit masih tetap melakukan hal yang sama.
15 menit, tu cowok berdua malah tertawa.
Woi! Kapan perginya?
Kami mulai kesal.
‘eh! Kampret dah tu orang yah, kenapa dari tadi nggak
pergi-[ergi sih? Pegel pantat gue duduk ini!’ gue melontarkan kekesalan gue
sambil memegang kepala gue ( lah! Apa hubungannya?).
‘atau kita kesana aja rame-rame, tar cowoknya pasti pergi
karena segan melihat kita,’’ usul Indri.
‘mmm! Boleh juga tuh!,’ Zurah menyetujui.
‘ayoo!,’ Winda dan Yulia berdiri dan mengambil ancang-ancang
untuk berjalan.
‘eits! Tunggu dulu,’’ gue merusak suasana semangat itu.
‘ais! Apa lagi?’’ Winda dan Yulia mennjawab dengan nada
kesal.
‘gimana nantinya tu cowok nggak pergi? Gimana kalau dia
malah ngeliatin kita?’’ gue meleburkan semangat Yulia dan Winda.
‘eh.. eh! Iya yah? Kan kalau penari itu suka melihat gerakan
baru. Nanti dia malah melihat kita yah?’ Jel menambahkan.
Semjangat kamipun buyar. Dan kami kembali duduk, karena
takut kemungkinan yang telah kami bicarakan terjadi.
‘eh eh! Yang cowok pakai celana coklat berdiri tuh!’ Yulia
memecahkan kesunyian.( alah! Lebay pakai acara sunyi!)
‘iya iya! Kayaknya dia mau pergi tuh,’’ Zurah menambahkan
dengan nada yang sangat semangat dan mata berbinar-binar.
‘pergi! Pergi! Pergi! Pergi!,’’ Ani, Winda dan gue bersorak
kecil.
Target yang kami bicarakan memang berdiri, kemudian dia
memegang ponselnya dan menelfon seseorang. Dan apa yang terjadi?
Tu orang kembali duduk!
Aght! Apa sih mau ini orang yah! Buat gue jengkel!
Semakin lama kami menunggu, ternyata pegal juga pantat
duduk. Kami memutuskan untuk jalan- jalan dan menikmati permainan lain.
Sekitarsetengah jam, kami kembali ke tempat target mainan yang kami
tunggu-tunggu. Dan..
WOI! TU ORANG MASIH DISITU!
Nggak pegel apa
mereka duduk mulu. Kami memutuskan untuk duduk kembali.
Akhirnya penantian dan doa kami terjawab. Tak lama kemudian
2 mahluk tersebut pergi.
Yee yee yee!
Bisa main, bisa main.
Tanpa pikir panjang kami langsung berlari menuju mesin yang
kami tunggu- tunggu.
Jel pun memasukan koin dan gue mulai membuka sepatu.
Mesinpun bulai berdentang dan Jel pun mengambil posisi. Disaat mau mulai,
tombol START pun gue injak pakai kaki. Kok nggak mau?
‘kemudian Jel menginjak tombol yang ada di bagiannya. Dan
mau!
Permainanpun dimulai, dan kami mulai ambil posisi.
‘eh! Kok bagian gue ngak mau gerak ya?,’ gue nanya
kebingungan.
‘injak lagi! Lebih keras!,’ jawab Jel sambil menginjak
bagiannya.
‘nih! Udah keras gue ngijaknya,’’ gue semakin binggung.
‘berarti rusak tuh bagian lu!,’ kata Zurah santai.
‘aght! Masak iya sih! Aght!,’ gue berhenti gerak dan berdiri
dengan kesal.
‘hahaha! Kasian banget lu Syan!,’’ kata Ani, Winda dan Yulia
sambil tertawa.
Gue hanya diam dan
menatap Jel yang asik goyang sendiri dan pasrah ditertawakan nih anak-anak.
Sungguh!
Setelah menunggu sangat lama,
Sepatu udah di buka!
Eee nih mesin rusak!
Aght!
Dengan jengkel gue turun dari mesin dan memasang sepatu gue
kembali. Tanpa terasa siang telah
menjelang, perut semakin lapar, apalagi si Ani yang lagi puasa.
Lalu kami berembuk mau makan dimana, mengingat keuangan yang
sekarang sedikit menipos. Huhuhu! Lalu kami memilih tujuan akhir makan di
D’COST ( salah satu resto yang kata orang murah ding!)
‘tapi gimana dengan Ani? Dia kan lagi puasa?,’ kata Jel.
‘alah! Nggak apa-apa mah! Si Ani imannya kuat,’ jawab gue.
‘kenapa lo yang jawab?,’ kata Winda dengan nada kesal.
‘eh jangan bertengkar donk. Bener, makan aja lagi. Gue mah
nggak apa-apa,’ kata Ani dengan santai.
‘tuh kan! Lu nggak percaya. Ani mah bukan anak kecil lagi,
dia tahan godaan,’’ gue nambahin sambil berjalan menuju D’COST!
Tak lama kemudian kami telah duduk di dalam, dan melihat
menu yang di sediakan.
‘beh! Teh manis harganya seribu perak. Buset dah! Kalau
diluar mah tigaribu cin,’ decak gue.
‘nanti kalau cowok gue nggak ada duit minum disini aja,
duaribu doank dapat minum berdua. Hahaha!’, Yuila menyambung perkataan gue.
‘iya iya! Nanti kita rame-rame aja kesini. Kan nggak lucu
juga kalau lu masuk ke resto cuman minum teh manis doank, apalagi nanti bayar
di kasir,’ sambung Winda.
‘kak, teh manis dua, terus lu nyodorin uang dua ribu rupiah!
Gue jamin muka lu ama cowok lu di tempel di sepanjang jendela. WARNING!
DILARANG MASUK!,’ gue menyambung dan
tertawa terpingkal- pingkal. Begitu juga dengan yang lain kami
terpingkal-pingkal membayangkan berbagai kondisi yang berkaintan dengan kencan
murah di resto.
‘jadi mesen apa nih?,’ tanya Jel sambil melihat buku menu.
‘gue nasi goreng aja deh,’ kata Indri.
‘ gue juga, nasi goreng aja,’ Winda menambahkan.
‘gue bakmi goreng aja deh,’
Yulia menyambung.
‘gue mau toge ikan asin deh, pakai nasi,’ ue menyambun.
‘lu mau diet? Toge doank?,’ Jel menanyakan seolah tidak
percaya dengan pesanan gue.
‘iye. Gue diet. Beralih selera donk sesekali,’ gue menjawab
sambil mencibir ke arah Jel.
‘idih! Yakin? Nggak akan nyesel lo?,’ Indri menanyakan
kembali.
‘iye. Gue yakin. Nggak mungkin kan di restoran rasa
togenya biasa aja?,’ gue menambahkan
dengan nada yang penuh percaya diri.
‘ yaudah! Gue pesan bakmi aja,’ Jel menyambung.
Kemudian kami memanggil salah satu pelayan dan memesan
pesanan yang telah kami rancang tadi.
‘aduh! Mules perut gue,’ gue merintih kesakitan sambil
memegang perut gue.
‘’lah! Kenapa lu?’’ tanya Yulila.
‘tuh bocah tadi malan makan obat pencahar. Tuh mules lagi,’’
jawab Ani santai sambil maini BB nya.
‘oh pantes lu dari tadi minta ke WC mulu yah, tapi nggak
jadi- jadi. Hahaha!,’ Zurah mentertawakan gue.
‘ketawa! Gue ke WC
dulu yah, nggak tahan lagi,’ tanpa pikir panjang gueterus berlari dan
menuju Wc yang disediakan resto.
Sesampai di depan pintu, gue kaget karena bertemu dengan
musuh lama gue WC DUDUK ( nanti akan gue ceritain dalam versi lain). Dan
mehajar sepuas-puasnya.
Beberapa menit kemudian gue keluar dan langsung menuju meja
makan yang telah kami sediakan. ( apaan sih!)
Ternyata pesanan kiita telah siap, dan saat gue mencicipi
pesanan gue ,
‘glek! Aneh. !,’ nggak tau dah ekpresi apa yang harus gue
gambarin setelah mencicipin pesanang gue. Bukannya nggak enaki, cuman keasinan
gue, mungkin lidah gue emang agak sensitif kalau dengan asin.
‘coba gue cicipi,’ lalu Indri nyendokin toge ke
mulutnya. ‘’enak kok, lidah lu aja yang
aneh. Nggak bisa coba makanan enak,’’ ejeknya.
‘’ok! Gye makan dah, dari pada mubazir,’ lalu gue ngambil
nasi dan nyendokin toge ke nasi gue.
Kamipun makan dengan selera masing-masin tanpa memikirkan
perasaan cacin-cacing Ani yang sedang demo kelapara.
‘wah! Airnya seger banget loh, Ani?’, gue ngibasin
tenggorokan gue sambil minum es teh.
‘woi! Kampret lu Syan, kasian si Ani lu gituin!,’ Jel
memarahi gue.
‘dasar! Nggak ada persaaan lu yah,’ Zurah ikut memarahi gue.
‘idih! Si Ani mah kuat, nggakkayak lu pada,’’ jawab gue
sambil mencibir.
‘hahaha! Udah udah! Nggak apa-apa lagi, udah biasa dianiaya
oleh Syanti,’ Ani menjawab sambil tersenyum.
‘beh! Kapan gue nganiaya lu?,’ gue nanya kebigungan sambil
mikir, ini keberapa kalinya gue jahatin Ani yah?
‘hahahahahah!,’ semua tertawa dan kutu bunting melanjutkan
makannya.
Makanpun usai,
‘ayok pergi!,’ gue langsung berdiri dan bersiap-siap.
‘woi ! bayar dulu, main pergi aja lu,’ Yulia nahan gue,
‘lah! Kan Zurah yang bayar,’ gue jawab dengan polos.
‘gila lu ye! Mentang- mentang makanannya atas nama gue,
bukan berarti gue yang bayar!’’ Zurah emosi.
‘hehehe! Bercanda ding! Ini duit makan gue,’’ gue
cengengesan ngeliat Zurah yang nahan nafas karena prilaku gue.
Kamipun melanjutkan perjalanan ke negeri sakura( alah alah!
Mimpi!) kitapun turun ke lantai tiga dan melihat ada photo box.
‘eh! Foto dulu yuk?’ Zurah
ngajakin.
‘eh nggak nggak nggak! Mahal! Lu nggak liat tuu, sekali
photo aja tigapuluh ribu, itu mah udah lima mangkok bakso di kampung gue,’ gue menolak
ajakan dan terus berjalan.
‘eh bego! Kita kan rame, patungan aja,’ Zurah memperjelas.
‘oh ya ya,’ Yulia, Ani dan Jel menjawab serentak.
‘lah! Syanti tadi mana?’’ tanya Winda.
‘yah kemana lagi! Tuuuh!’, Zurah nunjuk ke arah Photobox.
‘AYOO KITA PHOTO! Teriak gue sambil lari-lari.
‘dasar! Buat malu aja!,’ Zurah nepuk jidat.
‘kalau ada orang yang nanyain dia, kita pura-pura nggak tau
aja yah?’ Ani menambahkan.
‘tolong tutupin muka gue,’ Winda memperparah keadaan.
Kemudian semua orang langsung berjalan menuju tempat yang
akan di hancurkan selanjutnya.
Kamipun ngantri sambil memilih milih latar yang akan kami
gunakan, sampai akhirnya diputuskan untuk memakai latar papantulis.
Kamipun masuk, dan sang pemilik memberi beberpa petunjuk
dalam sesi pemotretan ini. Alah! Kayak model aja kita.
Sebagai mahluk yang ditakdirkan berbadan besar, gue harus
rela di belakang setiap moment photo. Si Jel enak, Indri juga, mereka berdua
dalah mahluk yang terlahir kecil, mau nggak mau, rela nggak rela, mereka harus
di depan supaya keliatan di photo.
Siap photo baru kita repot’ gue harus gimana? Dimana?eh awas
donk! Geser! Gue nggak keliatan!’ huuf!
Selesai sudah penderitaan gue melihat dan mendengar para
kutu bunting ini teriak dan gerak sana-sini. Kamipun keluar dan menunggu hasil
cetak dari larian-larian di dalam tadi.
Sesampai di luar ternyata sudah rame, dan orang pada tertawa
melihat kita. Kampret!
Malu! Awas ya kalian kita bales.
Sembari menunngu foto di cetak kamipun menyusun rencana
untuk balas dendam. Hahaha! ( tertawa peran antagonis).
Lalu kami membentuk lingkaran’ eh, ntar jika mereka udah
selesai. Kita tertawwa serempak yah,? Gue mengusulkan.
‘iya, gue nggak di terima di ketawain ama di liat dengan pandangan gituan,’ Zurah
menambahkan dengan semangat.
Oke! Setuju. Kita berdiri aja dekat tempat mereka berdiri
tadi,’ Yulia menambahkan.
‘oke!
Lalu kamipun berdiri sesuai dengan rencana sambil menunngu
photo kami di cetak.
Dan dari dalam pun terdengar seperti gemuruh medan perang ‘
pret dah! Padahal mereka lebih bising gitu dari pada kita, malah sok
ngetawain!,’ Winda berkata dengan jengkel.
‘awas! Gue mengepalkan tinju.
Tak berapa lama kemudian photo kamipun selesai, dan para
kampret itu belum juga selesai berfoto, dan kita mulai pegal menunggu.
Aght!
‘lama tu orang keluar yah?’Zurah mulai kesal.
‘iya!kayaknyamereka 2 sesi deh!capek nih gue nunggu.
‘sama, ayok kita pergi! Kayak nggak ada kerjaan aja kita
yah,’’ kata gue sambil berjalan.
‘INI KAN IDE LU! Tu orang-orang meneriaki gue.
Lalu kami berjalan keluar dan mencari angkot untuk pulang.
Komentar
Posting Komentar