Jomblo itu sesuatu sekali pemirsa. Lo harus natapin orang yang
berbonceng mesra di depan lo, mendengar orang yang sedang asik telfonan sampai
mereka tidak mau nutup telfon ,’’ kau dulu aja yang nutup, ih! Kamu dulu deh,
kamu aja, kamu duluan, yaudah! Aku tutup deh! Lho kok masih hidup sih katanya
mau bangun cepat nanti kamu ngantuk loh siang nya?
Menjadi jomblo itu harus nanggung pertanyaan dari junior ,’’
kak, siapa cowok kak? Uni, pacar uni siapa? Alah! Pergi aja deh, ajak
pacar kamu pergi!
Dan gue bisa jawab GUE NGGAK ADA PUNYA PACAR!
Nah, gue punya teman kosan yang sangat labil sekali pemira.
Walau gue kadang juga labilnya kambuh. Huhuhu!
Dia nih lagi PDKT sama anak Menwa, kita panggil ajalah
namanya dengan inisial D. Dan mereka mulai dengan mengoment status di Fb dan
sampailah dengan moment SMSn dan telfonan. Gue sebagai manusia yang sedang di
kutuk jomblo, hanya bisa gigit jari dan nelan air ludah melihat ekpresi teman
kamar gue ini.
ya Tuhan!!
Semakin menipisnya tenggang rasa terhadap manusia jomblo.
Hua hua! Cuap cuap cuap!
Gue mengap cari oksigen.
Seperti kebanyakan anak labil pada umumnya smsn senyum sendiri, dan tiap sebentar Hp-nya
bunyi. Sedangkan Hp gue, mengap, berlumut dimakan masa dan tidak berbunyi
sedikitpun. Walaupun bunyi, yang SMS cuman dari operator! Aght!
Dan masa telfonan pun menjelang, gue hanya bisa
goyang-goyang stel musik keras-keras dan natapin dan dengerin mereka telfonan.
Dan HP gue natapin gue dengan sangat penuh ekpresi kekecewaan dan bilang’’
malang banget gue punya majikan kayak lo!’’
Dan gue bantingin kepala ke bantal dan nangis. Huhuhu!
Nggak nggak! Lewat!
Gue jadi keingat masa dulu ketika gue PDKT ama senior gue
ketika lagi SMA, ditelfon, terus gue yang lagi di keramaian akan menghindar dan
menyudut ke sudut paling sempit dan mengap-mengap angkat telfon, lebih tepatnya
malu-malu. Dan kemudian jika berada dalam kamar gue akan nyelinap ke balik
selimut dan angkat telfon beberapa jam.
Tapi itu dulu,
Nah, cerita gue kali ini adalah bagaimana pada suatu hari Senin
yang sangat indah, ketika gue liburan di rumah. Terdengar lah ibu-ibu teriak
dari luar,
‘SYANTI! BANGUN!
Yap, ternyata Mama gue sudah terlatih dengan indah untuk
membangunkan gue dan adik-adik gue yang dikutuk memiliki masalah dengan yang
namanya bangun pagi. Dengan mata yang masih tertutup dan suara yang masih serak
gue jawab ‘’ bentar lagi ma. Sekejap! Sekejap!’’ lalu gue lanjutin tidur indah
lagi.
Dan tidak berapa lama kemudian,
‘’KAMU BUDEG! BANGUN!
Dengan nada yang
lebih tinggi dan sangat berbau emosi.
‘’bangun! Sekarang kamu pergi ke pasar, beli minyak, cabe
dan ayam! Sana!’’ perintah Emak gue yang kayak orang kebakaran jenggot.
‘’ini masih jam 7 Ma! Kepagian aku ke pasar! Bentar lagi
napa,’’ jawab gue dari dalam kamar.
‘’pagi itu barangnya masih segar! Cepat bangun! Teriaknya
lagi.
Dengan sangat terpaksa gue bangun dan keluar dari kamar dengan
suasana yang sangat kesal sekali saudara-saudara. Lalu dengan gontai gue
melangkah ke kamar mandi dan menemukan kamar mandi tertutup.
‘’Ma? Siapa yang di kamar mandi?’’ teriak gue dari dapur!
‘’ini Ajis uni,’’ terdengar suara cempreng yang sangat gue kenal
dari kamar mandi.
‘’oh! Keluar kamu!’’ teriak gue sambil ngedor pintu kamar
mandi.
‘’orang baru masuk juga! Jangan ganggu!’’ jawabnya dari
dalam.
‘’cepat! Uni sakit perut!’’ teriak gue lebih kencang!
‘’ya! Tunggu bentar lah! Sekejap! Sekejap!’’ jawabnya lagi.
‘’CEPAT!’’ teriak gue lagi.
Dan gue teriak dan menggedor pintu kamar mandi lebih
kencang.
‘’SYANTI! JANGAN KAMU TERIAK! MAMA LAGI SAKIT KEPALA!’’ yap!
Gue di teriaki lagi, dari pagi woi!
Beberapa menit kemudian Ajis keluar dan gue dengan cepat masuk
ke kamar mandi dan langsung mandi. Dan sebelum pergi gue di kasih daftar
apa-apa aja yang harus gue beli, dan dengan liciknya gue ngajak Daus buat nanti
megangin barang belanjaan. Good planning!
Lalu kami berjalan dengan cerianya kira-kira hampir sekiloan
lah, dan kita cerita panjang lebar-lebar. Kita ngomongin Mama yang pagi udah
marah-marah.
‘’dek, kenapa Mama pagi-pagi udah naik darah gitu?’’
‘’nggak tau Uni,
mungkin lagi nggak,’’ jawabnya dengan santai.
‘’eh maksudnya?’’ gue nggak ngerti dengan jawaban adek gue.
‘’iya, lagi datang bulan kali,’’ jawabnya polos.
‘’oh gitu,’’ baru gue ngerti, Mama ngajarin adek-adek kalau
dia lagi datang bulan, beliau akan ngejelasin dengan istilah ‘lagi nggak’.
Pantesan yah,
Gue di serang pagi-pagi.
Nah, perjalanan kami di lanjutkan dengan cerita-cerita
tentang belajar dan masalah pertemanan.
Sampai akhirnya sampailah kita di pasar. ‘’ Uni, kita beli
tomat aja dulu, di sebelah sana,’’ lalu
gue ngangguk dan menuju arah yang di maksud.
‘’uni, beli jengkol di sana,’’ kata adek gue lagi. Dan gue
hanya nurut aja, karena hampir setahun gue nggak berkeliaran di pasar sini . dan ada
beberapa tempat yang sudah gue lupa. Dulu, masih ingat gue, ketika masih SD,
gue ngumpulin uang jajan seminggu atau dua Minggu buat beli majalah Bobo bekas
yang di jual oleh, kami sering menyebut penjualnya Bang Ndut. Beliau adalah
satu- satunya penjual mainan, majalah dan komik di pasar ini. Dan kebiasaan itu
masih berlanjut sampai gue SMP ( gue MTs). Walau hanya bekas, tapi gue senang
karena punya majalah yang juga dibaca oleh anak-anak pada umumnya. Dan sedikit
info aja, guepernah di beliin kumpulan majalah Bobo yang dibeli Papa gue saat
gue ulang tahun. Dan satu lagi, itu juga majalah bekas.
Sungguh nostalgia yang sangat indah.
Ada beberapa hal yang sebenarnya gue nggak suka berada di
pasar.
1.
Gue terbiasa ngantri.
Karena kebiasaan ini,
gue selalu di tinggal kalau pergi ke pasar. Karena gue nggak berani nyelonong
ke barisan emak-emak. Biarlah gue lambat berjalan, karena merasa kasian pada
emak-emak. Gue ngebayangin jika emak gue yang di terobos kayak gitu, pasti
sakit! Plok plok plok. Penonton bersorak
ramai. Padahal emak-emak brutal abis kalau di tengah pasar. Lu peratiin aja
deh, kalau di pasar para emak-emak laksana pemain smack down, mereka main dorong dan main nerobos aja tanpa mikir
panjang kalau dapet yang murah.
2.
Gue takut di pegang dan di senggol
Lo tau kan bagaimana ramenya di pasar? Yaiyalah! Namanya
juga pasar! Nah, di situ semua orang main desak aja, dan main dorong dan senggol
tanpa memperhatikan apa yang disenggol dan didorong. Gue masih ingat bagaimana
dulu ketika niat nerobos, dada gue nggak sengaja di hantam siku emak-emak yang
juga nerobos. Anjrit! Sakit gila, lecet aset masa depan gue.
Sehingga gue menemukan solusi atas masalah ini, jadi di
setiap gue ke pasar, gue selalu nutup mulut pakai tisu, jadi kesannya gue lagi
flu. Padahal gue tujuannya buat ngelindungi aset masa depan gue dari emak-emak
brutal dan tangan jahil lainnya.
Kita balik lagi ke cerita sebelumnya,
Kemudian terdengarlah adek gue ngomong,’’ Uni, ayam gimana?
Biasa mama beli di dekat tempat daging,’’ lalu Daus menarik tangan gue dan
seperti sebelumnya gue nurut aja.
Pada hari itu gue sungguh seperti orang bodoh, karena yang
belanja adalah Daus dan yang nenteng belanjaan adalah gue! Sangat bertolak
belakang dengan rencana gue.
Aght!
Dan sampailah pada rencana terakhir kita’ beli sate ceker’.
Yeahhhh!
Itu merupakan salah satu menu favorit keluarga, walau
sesungguhnya kami memakan segalanya. Sungguh, keluarga yang sehat! Hahahah!
‘’etek, wak bali sate
limo ribu ciek, duo ribu duo, bungkui yo tek,’’( buk, beli sate yang porsi
limaribu sebungkus, dan duaribu dua bungkus).
‘’tunggu santa yoh
gadi (tunggu sebentar cantik)’’ sang etek
pun mengambil pesanan gue. Terus gue duduk dan senyum sendiri.
‘’ kenapa uni senyum-senyum?’’
kata adek gue sambil duduk di samping gue.
‘’uni di bilang
cakep,hehehe,’’ jawab gue.
‘’alah! Boong itu mah, yaiyalah dia muji. Kan uni mau beli sate dia,’’ ejek adek gue.
Gue diam, iya juga yah! Huhuhu.
Beberapa menit kemudian etek sate pun datang, dan membakar
kedainya. Eh! Bukan, sate pesanan kita.
‘’mau berapa cekernya?,’’
‘’sepuluh tusuk satu, terus 3 tusuk satu,’’ jawab gue.
‘’loh, kok tiga? Aku lima’’ sela Daus.
‘’hehehe, tiga aja donk! Ntar lebihnya buat pulang naik
ojek,’’ pinta gue.
‘’nggak mau! Uni rakus!
Porsi uni aja di kurangi!’’ bentak
adek gue.
‘’hehehe! Oke dah, etek, aku satenya enam tusuk, yang
satunya 2 tusuk,’’ pintague. Lalu etek mengurangi sate yang mau di bakarnya.
‘’nggak! Aku lima! Ngapain aku dikurangi juga!’’
‘’ nggak adil donk, uni
kamu kurangi, dan supaya adil kamu di kurangi juga,’’ teriak gue.
‘’nggak mau!’’
‘’eh, jadi ini mesan satenya dek?’’ si Etek kebingungan mau
bakar sate berapa.
‘’eh, lima tusuk, dan tiga tusuk aja ,’’ akhirnya gue
ngalah.
‘’baiklah,’’ kemudian sang Etek membakar sate dengan
semangatnya, terbukti gue di kepuli asap sampai muka gue berasap abis.
‘’eh, kelas berapa sekarang dek?’’ tanya si Etek sambil
terus mengipas satenya.
‘’udah kuliah awak Etek,’’ jawab gue.
‘’dimana ?’’
‘’di Unand,’’ jawab gue sambil tersenyum.
‘’oohh gitu, eh besok cari pacar sebanyak tusuk sate ini
yah,’’ kata si Etek sambil tertawa.
Gue hanya diam dan mengap-mengap!
apa?
Cari 9 pacar?
Satu aja gue udah capek gila! Dan itu juga nggak dapat. Apa
lagi sembilan orang!
‘’eh, iya Etek,’’ jawab gue sambil tertawa paksa.
Lalu gue liat adek gue senyum-senyum natap gue!
APA LU!
Setelah sate kita siap,lalu gue bayar, tanpa pikir panjang
gue langsung pergi. Dan tau lo apa yang di teriaki ke gue oleh Etek Sate?
‘’CARI PACAR YANG BANYAK YAH?
Gue balik kanan dan memberikan senyuman sambil teriak ,’’insya Allah,’’
Lalu gue dan Daus langsung menuju jalan dan naik ojek ke rumah.
Dan sampai di rumah langsung kami mencuci yang patut di cuci dan meletakan
beberapa bahan masakan ke dalam kulkas.
Kemudian mama datang ke dapur membantu kami memasak. Dan
sampailah ke sebuah percakapan yang nggak akan pernah gue lupakan.
Ketika sedang asiknya motong sayur, gue godain Daus.
‘’Wus, siapa pacarDaus?,’’
‘’nggak ada,’’ jawabnya singkat sambil membersihkan sayur.
‘’kok nggak ada? Ajis ( adek gue nomor 3 ) aja punya
pacar,’’ tanya gue lagi.
‘’nggak ah, Aus masih kecil,’’ jawabnya dengan santai.
‘’kecil apaan? Udah kelas enam gini,’’ jawab gue.
‘’nggak, Aus masih kecil. Aus mau belajar dulu,’’
‘’lah ? gaya! Aus cemen!’’ ejek gue.
‘’biarin! Beneran juga Aus masih kecil,’’ belanya lagi.
‘’alah, banyak alasan kamu dek!,’’
‘’biarin. Uni sendiri kenapa nggak punya pacar?’’ tanya Daus
dengan nada kemenangan.
‘’eh, anu... itu...’’ gue nggak tau harus jawab apa.
‘’masih kecil ya?hahahah!’’ ejek Mama sambil tertawa bareng
dengan Daus.
Glek! Guepun hanya bisa diam dan menatap kulkas dengan
dalam.
Yuk, mari...!
Komentar
Posting Komentar