Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat (1)

Malam itu terjawab sudah. Kerisauan hati yang menghantui selama ini. Kamu yang tak ku kenali, kamu yang bukan rumah bagi ku lagi. Kita memilih jalan masing-masing.

Hiruk pikuk ABG di jalanan, berteriak, tertawa cekikikan membahas malam Tahun Baru yang akan datang beberapa malam lagi. Namun, aku peduli? Tentu saja tidak.

Terngiang sudah percakapan terlarang yang terpaksa aku baca. Yang terpaksa ku redam dalam kepala. Percakapan yang tidak akan mudah dilupakan seumur hidup. Sebuah harga diri, sebuah komitmen melindungi kesayangan.

Ahh.. patah sudah harapan ini. Patah sudah semua mimpi. Patah sudah daftar yang ingin kita lakukan di Tahun Baru. Aku dan kamu, patah sudah.

Mungkin terkesan sangat drama, jika setiap percakapan, setiap pertemun, setiap nafas kita bertemu ku singgung semua yang ku rasa. Kamu hanya diam, membiarkan amarah ku bergelorah, dalam dekapan tangan mu yang juga penuh luka.

Betapa jahatnya aku malam itu kepadamu. Tubuhmu yang sakit ku tinggalkan demi amarahku yang tak beralasan. Tapi aku akan membela diri, amarah ku beralasan!

Keesokan harinya, setelah malam itu kita mencoba bersikap tidak ada yang terjadi di hubungan kita. Toh, tahun baru tak lama lagi. Kita masih bisa melanjutkan mimpi kita... Di awal tahun.

Detik bergilir... seperti biasanya, kita bercengkrama pagi siang malam, membahas apa saja. Namun, kenapa tidak ada gairah dalam desahan kita?

Tetiba kenangan buruk itu datang lagi. Sikap yang kita benci selama ini datang lagi. Seperti biasa, aku akan membabi buta menghujanimu dengan beragam pertanyaan. Dan seperti yang ku tebak, kau akan menuduhku dengan ratusan alasan.

Dimanakah tawa yang kita bangun dalam waktu yang tidak singkat itu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...