Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat (3)


Bangun pagi. Dasar kebiasaan!

Kubuka aplikasi chat dan hampa. Tidak ada lagi chat pengantar tidur yang membuatku terlelap hingga fajar. Kutegakan punggungku dan mengumpat di dalam hati. Dasar kebiasaan!

Di ponsel menunjukan masih pukul 3 dini hari. Sial! lagi-lagi hanya tidur 3 jam saja.

Kutarik lagi selimut, kupejamkan erat-erat mataku. Tapi tak bisa, kenapa sesubuh ini ada wajahmu di lensa mataku? Sial!

Sial! Sial! Anjing! Ada apa denganku? Ada apa? Kenapa? Anjing!

Baiklah...

Mungkin dengan tidur di lantai, mata bisa mengantuk. Siapa tahu nanti otak ini bisa sibuk beradaptasi dengan dinginnya lantai dan membuat lelah. Coba saja dulu.

Ternyata sakit juga tulang punggungku bersentuhan dengan lantai. Hadap kiri, kana tidak ada yang nyaman. Terlentangpun sulit!

Ahh.. hanya buang-buang waktu saja. Tak ada yang berubah. Yang ada mataku semakin menyala dan memerah. Badanku seperti full tenaga, padahal ini tubuh sakit-sakitan. Apakah semua orang yang patah hati mengalami ini?

Kubuka lagi chattingan kita yang masih tersimpan dan belum ingin kuhapus. Wah, masih bisaku menyebutkan kata kita dihubungan yang tak ada apa-apanya ini. Ha ha ha!

Scroll lagi.. ke atas.. semakin ke atas.

Eh, ada momen kita berbagi foto saat makan di tempat goreng ayam favoritku. Kamu dengan senyumanmu itu dan aku dengan raut wajah abstrak. Ah betapa indahnya malam mingguku saat mengabadikan foto ini bersamamu.

Kutarik lagi percakapan kita ke atas semakin dan semakin. Aku menemukan lagi perdebatan di Jumat malam. Perdebatan favoritku yang selaluku tunggu darimu.

"Kita makan di mana dan ketemu di mana, jam berapa?"

Jam menunjukan pukul 04.30 WIB. Ponselku tetiba bergetar dan berharap itu pesan darimu. Namun sial! Itu hanya alarm pagi. Alarm yang selalu membangunkan pagiku untuk mengucapkan selamat pagi kepadamu.

Satu minggu lagi Tahun Baru. Persetan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...