Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)


Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku.

Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan.

Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu.

Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu.

Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu.

Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba!

Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga akan lupa dan hilang begitu saja. Tapi, kenapa beberapa Jumat ini makin menggila tentang kamu?

Gila! Ini Gila!
Mungkin aku harus cari tahu tentang kamu.

Ku ingat lagi ID yang kamu kenakan saat aku melihatmu. Inilah hebatnya dunia maya, aku hanya perlu menuliskan nama perusahaanmu dan event kita bertemu. Keluarlah berita dari kamu, tertulis jelas nama di sana.

Aku tahu nama kamu!

Sampai di sana aku berhenti. Apa yang aku lakukan? Kenapa jiwaku menggila seperti ini?  Aku normal?

Ya Tuhan! Ku tinggalkan laptopku dan langsung mengambil sepatu lari.

Ini gila sih, gila! Tolong wahai pemilik dua bola mata yang menembus jiwaku. Bisakah kamu pergi?

Ku lari.. .

Lari sekencang-kencangnya. Hampir saja menabrak gerobak abang-abang ketoprak di pengkolan.

"Hati-hati mas. Masih muda lho. Kasian ini gerobak saya," teriak mamang ketoprak sembari ketawa.

Tentu kata maaf harus ku ucapkan kepada mamang ketoprak yang sudah bertahun-tahun keliling kompleks perumahanku.

Halo jiwaku yang kelabu? Sudah sadar?


Setelah menarik nafas panjang-panjang, ku lanjutkan berlari sekeliling lagi. Tak sengaja aku melihat dua remaja tanggung sedang bermadu kasih di atas motor, di pinggir jembatan.

Dan gobloknya aku memperhatikan mereka lama-lama. Entah setan apa yang masuk ke jiwaku hingga harus memperhatikan bocah ingusan pacaran sore-sore di jembatan.

"Kenapa bang? Nggak pernah pacaran? Kok gitu banget ngeliatin kita," teriak si bocah laki-laki yang rambutnya berwarna karuan.

Kaget dong!

Astaga... Iya juga ya.

"Woi bang. Lo bengong kenapa? Jatuh cinta lo ya?" giliran si cewek yang berkata sembari tertawa bersama lelakinya yang berambut pelangi.

"Woi bocah! Masih bau matahari udah pacaran aja lo!" teriak gue membalas mereka sembari berlari kencang.

Jatuh cinta?
Jatuh cinta?
Memangnya jatuh cinta seperti ini?













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...