Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat (7)

Ada celah! Sepertinya ada celah yang bisa disusuki harapan. Itulah yang aku bayangkan setiap pesan kamu masuk ke ponselku.

Hari-hari berlalu. Aku tahu dan kamupun tahu, kita sedang berusaha mencoba saling merindu kembali. Sulit, memang sulit.

Rutinitas pagiku kembali. Bangun kukirim pesan cintaku, siang pun kau mengingatkan makan siangku, dan malam kita saling menatap di layar ponsel sampai salah satunya mengeluh kantuk. Betapa manisnya keseharianku, bukan?

Namun, tatkala malam datang, bergilir datang setiap harinya. Ada bagian hati yang terus terasa hampa? Apa lagi ini? Bukannya aku puas dengan kondisi yang sekarang?

Sial! Tak kunjung reda hampa yang bergelut dengan rinduku kepada kamu. Apa karena aku ingin bebas, seperti yang aku bilang kepadamu tahun lalu?

Bulan 10 tahun lalu. Aku ingat jika aku ingin bebas. Lelah dengan rutinitas dan ingin melakukan apa yang aku mau. Dipikir lagi, betapa kejamnya aku membuat keinginan tanpa memikirkan keberadaanmu.

Ya, itu salahku. Hanya memikirkan apa yang aku mau dan menyampingkan keberadaanmu. Namun balik lagi, seberapa prioritas diri kita masing-masing?

Aku dengan dunia yang tidak bisa kau masuki, bahkan untuk ketahui saja enggan. Begitu juga aku dengan duniamu, yang telah kuketahui bahkan menjadi rumah kedua bagiku.

Timbul lagi pertanyaan, sampai kapan? Itu yang ingin kutemukan.

Dengan sangat yakin ku teriakan kepada orang terdekat, bahwa aku akan mengumpulkan dana dan pergi berjalan ke seberang mencari apa yang sebenarnya aku mau.

Dan orang pertama yang mendengarkan itu adalah kamu. Namun, jawaban yang tidak kuinginkan datang darimu. Kalimat yang sangat aku benci, keluar dari mulut orang yang aku sayangi. Sakit dan jatuh? Tentu.

Tapi yasudahlah, yang berlalu biarlah berlalu. Mungkin ini cara Tuhan menghukum mulutku yang tidak terkontrol ini.

Kita sama-sama melangkahkan kaki di jalan yang berbeda. Aku ingin ke utara, namun kau enggan mengajak aku ke selatan. Kau pasang pagar berduri, agar aku bisa lewati dengan terluka.

Begitu juga dengan aku yang memasang beton tinggi, tidak memberi celah untuk kenangan kita masuk ke jalanku lagi. Kita sangat memaksa untuk menyakiti, bukan? Memaksa menunukan siapa yang paling kuat? Hahaha.

Kita mencoba melewati bebatuan di jalanan, tapi hanya aku yang mencoba menyingkirkan batu jalanan. Sedangkan kau berdiri di belakangku, menatap diam dan menatap ke arah yang lain. Ke arah jalan yang kita sepakati untuk kita abaikan.

Kenapa hanya aku? Itulah yang selalu ku tanyakan kepadamu. Siapa kamu? Aku tak kenal lagi dirimu, kekasihku.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...