Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Patah (6)


Malam Kamis menuju Jumat. Kamu akan berulang tahun, aku sudah merangkai pesan ucapan untukmu.

Ku kirim pesan doa ulang tahunmu, kau balas sekedarnya. Iya aku paham aku marah, aku sangat mengerti bahwa aku bukanlah laki-laki yang kau tunggu lagi. Aku bukanlah laki-laki yang mengusap kepalamu saat kau cemberut.

Ku coba lagi ingat momen ulang tahun mu di tahun awal kau menjadi wanitaku. Kita bertengkar hebat di hari itu. Aku sudah menyiapkan hadiah spesial yang pasti kamu akan suka.

Malam itu, aku di depan kosan kamu. Tidak sabar melihat wajah bundarmu yang kemerahan saat malu. Tidak sabar melihat bibir tebal dan hidung mancung itu tiba dihadapanku. Aku sangat rindu.

Masih marah wajahmu saat itu, namun aku tidak bisa marah balik kepadamu. Mana mungkin aku memarahi wanita cantik yang memberi warna baru di hidupku?

"Ini untukmu. Selamat ulang tahun sayang," ku serahkan kepadamu kado yang pasti kamu suka.

Aku tahu, kamu saat itu sangat senang, namun kamu malu karena masih marah kepadaku. Ku usap kepalamu, ku tatap lagi mata bundar yang membuat aku selalu rindu itu.

Ahh.. betapa rindunya aku raut wajahmu dulu. Tapi kini berbeda, tahun ini sungguh berbeda.

Kamu melangkah jauh dan aku hanya berdiri di sini. Aku tidak memanggilmu. Aku tidak menahanmu. Aku juga tidak meyakinkan kamu.

__


Di Jumat pagi, tetiba kau menghubungiku. Kau sebutkan ingin membuka hati dan menikmati hidup. Kau yang datang meminta maaf dan pamit kepadaku. Aku sungguh malu!

Berdesir darahku. Yang dulu bercanda kita berandai-andai jika berpisah, kini menjadi nyata. Dulu kita tertawa membayangkannya, namun sekarang bibirku kelu. Sakit, sungguh sakit!

Kita bertatapan di ponsel satu sama lain. Matamu bengkak, hancur hatiku. Suaramu serak dan air matamu mengalir lagi, lagi dan lagi. Begitu jahatnya aku hingga aku terluka sedalam itu?

Aku ingin bertemu. Aku ingin kita bicarakan ini lagi dan mari berbaik-baik. Tapi tidak ada keberanian ku untuk bertemu denganmu, tidak bernyali aku sayang. Tidak bernyali!

Baiklah. Memang tidak ada celah lagi sepertinya. Kau terluka, aku juga. Kau merana karena rindu, aku entah terlebih merana wahai wanita bermuka bundarku.

Jika ini jalan kita, baiklah. Aku juga dalam keadaan lelah dan gundah.

Patah sudah mimpi-mimpi kita
Patah sudah rencana kita
Patah sudah harapan yang ingin kita wujudkan.


Hidup ini pilihan. Dan kita memilih jalan itu, jalan yang kita hindari. Jalan yang kita benci.

Jumat pagi itu, kamu pergi dan aku hanya diam.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...