Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Smiling Man (3)

Hari ini menyebalkan. Kucing yang ku ajak bermain setiap malam, membuang hajatnya di sepatu kesayanganku. Apa masalahmu kucing? Apa?

Itu sepatu kesayangan yang selalu aku bangga-banggakan. Yang membuat kakiku terlihat menawan. Sepatu yang selalu mengantarkan aku untuk membeli makanan kucing dan kau berhajat di atasnya? Agght!

Dengan wajah dongkol ku lempar ke kamar mandi sepatu hitam kesayangan dan meraih sepatu putih yang berada di dekat pintu. Awas saja kalau aku bertemu itu kucing, akan ku sentil bola-bolanya. Dia kucing jantan.

Ting! Ponselku bergetar dan ternyata telfon dari atasanku.

"Lo dimana? Sekarang pergi ke sana ya. Seharian elo di sana saja bikin berita,"

Tetiba aku disuruh liputan ke festival outdoor. Mana kucing nakal itu? Dimana dia?

Dengan wajah cemberut aku keluar kosan dan melihat kiri-kanan. Siapa tahu kucing nakal itu sedang rebahan biar aku sentil bola-bolanya. Tapi sepertinya keberuntungan si kucing ini sedang baik. Dia tidak bertemu denganku hari ini.

Berkeliilng festival, lihat sana-sini, lempar senyum memikat untuk menarik mata narasumber supaya ingin diwawancara. Cari pojokan, ngetik berita lalu kirim ke email. Rutinitas penting dan pasti aku lakukan saat di lapangan.

Tetiba terlintas kembali di pikiran pria yang tersenyum itu. Hey, siapa tahu dia juga ada di sini kan?

Setelah menyelesaikan beberapa berita, aku iseng berkeliling melihat orang-orang yang mengenakan ID yang sama. Dua kali aku keliling ruangan yang besar dan padat manusia itu.

Kemudian aku berdiam diri. Termenung memikirkan apa yang sedang aku lakukan.

Ya Tuhan, betapa kurang kerjaan sekali diriku. Rela sekali ku berdesakan di laut manusia hanya untuk menemukan pria dengan senyuman manis itu.

Dua kali berkeliling, sepertinya cukup. Aku tidak sanggup lagi berdempetan dengan ribuan manusia dengan keringat dimana-mana. Biarlah, tak bertemu dengan pria itu. Di saat seperti ini akuu ingat lagi petuah bapakku.

Kembalilah aku ke pojokan dan selonjoran. Pegal juga melawan arus manusia yang haus belanja ini. Setelah melepas lelah, aku buka ransel buluk kesayangan dan kukeluarkanlah botol minum. Haus!

Tatkala sedang menikmati segarnya botol minumanku, tetiba dari kejauhan aku melihat sosok yang dari tadi ku cari. Hai pria tersenyum, kamu kemana saja?

Hampir saja tersedak aku. Beberapa tetes air pun membasahi baju. Apakah ku sedang dehidrasi hingga berhalusinasi? Aku pastikan lagi lamat-lamat. Ku kedip-kedipkan mataku supaya terlihat meyakinkan. Ternyata benar, itu dia!

Dia mengenakan kemeja dongker kotak-kotak, dalamannya kaus hitam dengan topi coklat. Juga mengenakan sepatu kets hitam dan tas berwarna abu-abu. Dia berjalan ke arah pintu luar.

Spontan aku berdiri, dengan sedikit bergegas aku bereskan ranselku. Hari ini aku tidak akan melewatkan senyuman itu lagi.

Hei kamu pria dengan senyuman, tolong jangan berjalan terlalu cepat. Kau hendak kemana? Bisa pura-pura membenarkan sepatumu biar ku tepat waktu mengejar kamu?

Kenapa saat seperti ini orang-orang tetiba ramai menghalangi jalanku? Hei, aku ingin menyusul pria di depan sana. Bisakah kalian memberiku jalan?

Bersusah payah aku menerobos rombongan manusia yang datang entah dari mana. Bergegas aku ke arah luar untuk menyusul pria itu.

Seperti yang kalian tebak, aku kehilangan dia. Betapa ramainya manusia di luar sini dan dia hilang. Benar-benar tidak ada jejak lagi.

Semesta bercanda denganku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...