Hari ini menyebalkan. Kucing yang ku ajak bermain setiap malam, membuang hajatnya di sepatu kesayanganku. Apa masalahmu kucing? Apa?
Itu sepatu kesayangan yang selalu aku bangga-banggakan. Yang membuat kakiku terlihat menawan. Sepatu yang selalu mengantarkan aku untuk membeli makanan kucing dan kau berhajat di atasnya? Agght!
Dengan wajah dongkol ku lempar ke kamar mandi sepatu hitam kesayangan dan meraih sepatu putih yang berada di dekat pintu. Awas saja kalau aku bertemu itu kucing, akan ku sentil bola-bolanya. Dia kucing jantan.
Ting! Ponselku bergetar dan ternyata telfon dari atasanku.
"Lo dimana? Sekarang pergi ke sana ya. Seharian elo di sana saja bikin berita,"
Tetiba aku disuruh liputan ke festival outdoor. Mana kucing nakal itu? Dimana dia?
Dengan wajah cemberut aku keluar kosan dan melihat kiri-kanan. Siapa tahu kucing nakal itu sedang rebahan biar aku sentil bola-bolanya. Tapi sepertinya keberuntungan si kucing ini sedang baik. Dia tidak bertemu denganku hari ini.
Berkeliilng festival, lihat sana-sini, lempar senyum memikat untuk menarik mata narasumber supaya ingin diwawancara. Cari pojokan, ngetik berita lalu kirim ke email. Rutinitas penting dan pasti aku lakukan saat di lapangan.
Tetiba terlintas kembali di pikiran pria yang tersenyum itu. Hey, siapa tahu dia juga ada di sini kan?
Setelah menyelesaikan beberapa berita, aku iseng berkeliling melihat orang-orang yang mengenakan ID yang sama. Dua kali aku keliling ruangan yang besar dan padat manusia itu.
Kemudian aku berdiam diri. Termenung memikirkan apa yang sedang aku lakukan.
Ya Tuhan, betapa kurang kerjaan sekali diriku. Rela sekali ku berdesakan di laut manusia hanya untuk menemukan pria dengan senyuman manis itu.
Dua kali berkeliling, sepertinya cukup. Aku tidak sanggup lagi berdempetan dengan ribuan manusia dengan keringat dimana-mana. Biarlah, tak bertemu dengan pria itu. Di saat seperti ini akuu ingat lagi petuah bapakku.
Kembalilah aku ke pojokan dan selonjoran. Pegal juga melawan arus manusia yang haus belanja ini. Setelah melepas lelah, aku buka ransel buluk kesayangan dan kukeluarkanlah botol minum. Haus!
Tatkala sedang menikmati segarnya botol minumanku, tetiba dari kejauhan aku melihat sosok yang dari tadi ku cari. Hai pria tersenyum, kamu kemana saja?
Hampir saja tersedak aku. Beberapa tetes air pun membasahi baju. Apakah ku sedang dehidrasi hingga berhalusinasi? Aku pastikan lagi lamat-lamat. Ku kedip-kedipkan mataku supaya terlihat meyakinkan. Ternyata benar, itu dia!
Dia mengenakan kemeja dongker kotak-kotak, dalamannya kaus hitam dengan topi coklat. Juga mengenakan sepatu kets hitam dan tas berwarna abu-abu. Dia berjalan ke arah pintu luar.
Spontan aku berdiri, dengan sedikit bergegas aku bereskan ranselku. Hari ini aku tidak akan melewatkan senyuman itu lagi.
Hei kamu pria dengan senyuman, tolong jangan berjalan terlalu cepat. Kau hendak kemana? Bisa pura-pura membenarkan sepatumu biar ku tepat waktu mengejar kamu?
Kenapa saat seperti ini orang-orang tetiba ramai menghalangi jalanku? Hei, aku ingin menyusul pria di depan sana. Bisakah kalian memberiku jalan?
Bersusah payah aku menerobos rombongan manusia yang datang entah dari mana. Bergegas aku ke arah luar untuk menyusul pria itu.
Seperti yang kalian tebak, aku kehilangan dia. Betapa ramainya manusia di luar sini dan dia hilang. Benar-benar tidak ada jejak lagi.
Semesta bercanda denganku.
Itu sepatu kesayangan yang selalu aku bangga-banggakan. Yang membuat kakiku terlihat menawan. Sepatu yang selalu mengantarkan aku untuk membeli makanan kucing dan kau berhajat di atasnya? Agght!
Dengan wajah dongkol ku lempar ke kamar mandi sepatu hitam kesayangan dan meraih sepatu putih yang berada di dekat pintu. Awas saja kalau aku bertemu itu kucing, akan ku sentil bola-bolanya. Dia kucing jantan.
Ting! Ponselku bergetar dan ternyata telfon dari atasanku.
"Lo dimana? Sekarang pergi ke sana ya. Seharian elo di sana saja bikin berita,"
Tetiba aku disuruh liputan ke festival outdoor. Mana kucing nakal itu? Dimana dia?
Dengan wajah cemberut aku keluar kosan dan melihat kiri-kanan. Siapa tahu kucing nakal itu sedang rebahan biar aku sentil bola-bolanya. Tapi sepertinya keberuntungan si kucing ini sedang baik. Dia tidak bertemu denganku hari ini.
Berkeliilng festival, lihat sana-sini, lempar senyum memikat untuk menarik mata narasumber supaya ingin diwawancara. Cari pojokan, ngetik berita lalu kirim ke email. Rutinitas penting dan pasti aku lakukan saat di lapangan.
Tetiba terlintas kembali di pikiran pria yang tersenyum itu. Hey, siapa tahu dia juga ada di sini kan?
Setelah menyelesaikan beberapa berita, aku iseng berkeliling melihat orang-orang yang mengenakan ID yang sama. Dua kali aku keliling ruangan yang besar dan padat manusia itu.
Kemudian aku berdiam diri. Termenung memikirkan apa yang sedang aku lakukan.
Ya Tuhan, betapa kurang kerjaan sekali diriku. Rela sekali ku berdesakan di laut manusia hanya untuk menemukan pria dengan senyuman manis itu.
Dua kali berkeliling, sepertinya cukup. Aku tidak sanggup lagi berdempetan dengan ribuan manusia dengan keringat dimana-mana. Biarlah, tak bertemu dengan pria itu. Di saat seperti ini akuu ingat lagi petuah bapakku.
Kembalilah aku ke pojokan dan selonjoran. Pegal juga melawan arus manusia yang haus belanja ini. Setelah melepas lelah, aku buka ransel buluk kesayangan dan kukeluarkanlah botol minum. Haus!
Tatkala sedang menikmati segarnya botol minumanku, tetiba dari kejauhan aku melihat sosok yang dari tadi ku cari. Hai pria tersenyum, kamu kemana saja?
Hampir saja tersedak aku. Beberapa tetes air pun membasahi baju. Apakah ku sedang dehidrasi hingga berhalusinasi? Aku pastikan lagi lamat-lamat. Ku kedip-kedipkan mataku supaya terlihat meyakinkan. Ternyata benar, itu dia!
Dia mengenakan kemeja dongker kotak-kotak, dalamannya kaus hitam dengan topi coklat. Juga mengenakan sepatu kets hitam dan tas berwarna abu-abu. Dia berjalan ke arah pintu luar.
Spontan aku berdiri, dengan sedikit bergegas aku bereskan ranselku. Hari ini aku tidak akan melewatkan senyuman itu lagi.
Hei kamu pria dengan senyuman, tolong jangan berjalan terlalu cepat. Kau hendak kemana? Bisa pura-pura membenarkan sepatumu biar ku tepat waktu mengejar kamu?
Kenapa saat seperti ini orang-orang tetiba ramai menghalangi jalanku? Hei, aku ingin menyusul pria di depan sana. Bisakah kalian memberiku jalan?
Bersusah payah aku menerobos rombongan manusia yang datang entah dari mana. Bergegas aku ke arah luar untuk menyusul pria itu.
Seperti yang kalian tebak, aku kehilangan dia. Betapa ramainya manusia di luar sini dan dia hilang. Benar-benar tidak ada jejak lagi.
Semesta bercanda denganku.
Komentar
Posting Komentar