Semua perlengkapan liputan sudah siap. Kamera, tripod, dan lainnya sudah aku susun. Kita berangkat siang itu menuju presscon di mal Jakarta.
Seperti biasa, tidak ada yang spesial. Aku dan tim datang, merekam semua yang diperlukan dan balik pulang.
Namun entah kenapa, di hari itu perasaanku terasa berbeda. Sebelum berangkat jantungku sudah berdebar tidak karuan. Apakah aku sakit jantung? Ya Tuhan, janganlah!
Serius, semenjak pagi aku merasa jantungku berdebar tidak karuan. Apa yang akan terjadi hari ini?
Tatkala sedang acara, dari kejauhan masuklah seorang perempuan berjilbab coklat dengan kemeja hitam kotak-kotak. Dengan santai dia melewatiku dan menyapa ramah beberapa orang di dalam.
Wajahnya bulat, badannya tidak terlalu tinggi dan berpipi yang cukup berisi. Satu hal yang menarik adalah alis matanya yang menghiasi sorot matanya yang tajam. Hei, kenapa aku memperhatikanmu sedetail ini?
Ah ....Aku harus fokus!
Seperti biasa, tidak ada yang spesial. Aku dan tim datang, merekam semua yang diperlukan dan balik pulang.
Namun entah kenapa, di hari itu perasaanku terasa berbeda. Sebelum berangkat jantungku sudah berdebar tidak karuan. Apakah aku sakit jantung? Ya Tuhan, janganlah!
Serius, semenjak pagi aku merasa jantungku berdebar tidak karuan. Apa yang akan terjadi hari ini?
Tatkala sedang acara, dari kejauhan masuklah seorang perempuan berjilbab coklat dengan kemeja hitam kotak-kotak. Dengan santai dia melewatiku dan menyapa ramah beberapa orang di dalam.
Wajahnya bulat, badannya tidak terlalu tinggi dan berpipi yang cukup berisi. Satu hal yang menarik adalah alis matanya yang menghiasi sorot matanya yang tajam. Hei, kenapa aku memperhatikanmu sedetail ini?
Ah ....Aku harus fokus!
Kenapa aku harus memperhatikanmu? Tidak, kali ini aku akan bekerja seperti biasa. Ini hanyalah ketertarikan biasa saja. Aku mencoba meyakinkan hatiku.
Aku berkeliling ruangan, mengambil gambar dan video. Dan lagi, beberapa detik mataku kembali mengarah kepadamu. Siapa pemilik mata yang tajam itu?
Dia duduk 5 meter dari arahku. Sesekali aku sengaja mengambil gambar dekat dengan tempat duduknya untuk melihat matanya lebih dekat. Namun lagi-lagi jiwaku bergetar tidak karuan saat beberapa langkah mendekat ke arah kamu.
Tidak ingin kehilangan kesempatan, aku pun mencoba lagi menatap si pemilik mata itu. Sial! Kenapa mataku tidak sanggup bertemu dengan matanya?
Sesaat kau menoleh kepadaku, spontan kepalaku berputar ke arah yang lain. Hey kepala, kenapa kali ini kau tidak bisa diajak bekerja sama?
Sial! Sial! Sial!
Ada apa denganku? Kenapa tetiba aku tertarik untuk mengetahui siapa kamu? Apakah jantung ku bergetar tidak karuan sebagai pertanda aku akan bertemu dengan kamu?
Sembari aku mengutuk diriku yang enggan diajak bekerjasama, tak terasa acarapun semakin usai.
Semua orangpun bubar dan aku melihat kamu sudah bersiap-siap akan pergi. Sesaat aku sedang memperhatikan kamu, tetiba matamu bertemu dengan mataku. Aku terdiam.
Beberapa detik aku terdiam.
Aku harus apa? Sial, aku tidak pernah berlatih dalam kondisi seperti ini.
Aku sanggup naik gunung tinggi, aku sanggup berhari-hari touring dan survival di hutan. Namun dalam kondisi ini, aku tidak pernah berlatih dan kehilangan arah.
Spontan saja wajah yang tidak bisa diajak bekerjasama ini melempar senyum kepadamu. Namun sepertinya kau tidak melihat wajah kaku ini tersenyum.
Wahai, tahukah kamu jika kakiku ini goyah dan jantungku berdebar tidak karuan saat mata kita bertemu?
Kau melangkah keluar, aku pun segera menuju ke arahmu. Tapi sesaat sudah dekat, tubuh ini kembali enggan bekerjasama denganku. Aku melewatimu begitu saja.
Sial!
Sial!
Sial!
Sial!
Sial!
Sial!
Tapi setidaknya mataku menangkap ID dan matamu sesaat. Aku akan cari tahu siapa kamu.
Aku berkeliling ruangan, mengambil gambar dan video. Dan lagi, beberapa detik mataku kembali mengarah kepadamu. Siapa pemilik mata yang tajam itu?
Dia duduk 5 meter dari arahku. Sesekali aku sengaja mengambil gambar dekat dengan tempat duduknya untuk melihat matanya lebih dekat. Namun lagi-lagi jiwaku bergetar tidak karuan saat beberapa langkah mendekat ke arah kamu.
Tidak ingin kehilangan kesempatan, aku pun mencoba lagi menatap si pemilik mata itu. Sial! Kenapa mataku tidak sanggup bertemu dengan matanya?
Sesaat kau menoleh kepadaku, spontan kepalaku berputar ke arah yang lain. Hey kepala, kenapa kali ini kau tidak bisa diajak bekerja sama?
Sial! Sial! Sial!
Ada apa denganku? Kenapa tetiba aku tertarik untuk mengetahui siapa kamu? Apakah jantung ku bergetar tidak karuan sebagai pertanda aku akan bertemu dengan kamu?
Sembari aku mengutuk diriku yang enggan diajak bekerjasama, tak terasa acarapun semakin usai.
Semua orangpun bubar dan aku melihat kamu sudah bersiap-siap akan pergi. Sesaat aku sedang memperhatikan kamu, tetiba matamu bertemu dengan mataku. Aku terdiam.
Beberapa detik aku terdiam.
Aku harus apa? Sial, aku tidak pernah berlatih dalam kondisi seperti ini.
Aku sanggup naik gunung tinggi, aku sanggup berhari-hari touring dan survival di hutan. Namun dalam kondisi ini, aku tidak pernah berlatih dan kehilangan arah.
Spontan saja wajah yang tidak bisa diajak bekerjasama ini melempar senyum kepadamu. Namun sepertinya kau tidak melihat wajah kaku ini tersenyum.
Wahai, tahukah kamu jika kakiku ini goyah dan jantungku berdebar tidak karuan saat mata kita bertemu?
Kau melangkah keluar, aku pun segera menuju ke arahmu. Tapi sesaat sudah dekat, tubuh ini kembali enggan bekerjasama denganku. Aku melewatimu begitu saja.
Sial!
Sial!
Sial!
Sial!
Sial!
Sial!
Tapi setidaknya mataku menangkap ID dan matamu sesaat. Aku akan cari tahu siapa kamu.
Komentar
Posting Komentar