Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Smiling Man

Di hari itu kamu mengenakan kemeja berwarna coklat susu yang sangat pucat.
Dengan sigap tanganmu menegakan tripod dan meletakan kamera yang kau genggam di atasnya. Rambutmu yang panjang kau ikat, tas yang kau sandang dari tadi kau letakan begitu saja di bangku. Kenapa hal sesederhana itu menjadi pemandangan yang indah bagiku?.

Di hari itu, ada jumpa media sebuah festival outdoor. Seperti biasa, aku datang, berkenalan dengan sesama dan saling bercengkrama. Kemudian duduk dan menenangkan jiwa raga yang kelelahan menghadapi macet Jakarta.

Tapi mengapa di hari itu, aku tidak menyapa kamu? Ah, sayang sekali melewatkanmu. Tapi tidak apa, aku mencoba untuk baik-baik saja dan mari fokus bekerja.

Waktu pun berlalu hingga acara hampir selesai. Kau cabut kameramu dan maju ke depan mengambil beberapa gambar. Kau hampiri kemudian temanmu dan kau melemparkan sebuah senyuman kepadanya.

Ya Tuhan, apa yang baru saja aku lihat? Sebuah senyuman yang begitu harmoni di wajah manusia yang Kau ciptakan. Entah mengapa tetiba aku bersyukur atas penglihatan yang kau berikan.

Senyuman kamu  menarik mataku beberapa detik. Bolehkah aku menatap senyuman itu lebih lama lagi?  Siapa kau, wahai lelaki yang tersenyum?

"Hey. Lo udah kelar? Yuk cabut," sapa rekan baruku yang membuyarkan tatapanku kepadamu.

"Eh iya. Yuk!"

Sebenarnya hatiku kesal, kenapa rekanku tega membuyarkan aku yang hanyut dalam suasana ini. Padahal aku membayangkan seperti di dalam drama romantis, dimana kita saling bertatapan, kemudian bergenggaman tangan dan..... sudahlah!

Saat aku membalikan badan lagi ke arahmu, kau menatap persis ke arahku. Ya Tuhan, berdesir darahku. Kau melihat ke arahku?

Tunggu. Kau baru saja tersenyum? Serius? Itu kepadaku?

Tidak ingin salah sangka, aku lihat di sekitarku. Tak ada manusia, hanya ada aku.

Atau mungkin dia senyum ke bangku? Atau ke reklame yang tepat ada di belakangku? Ya mungkin saja.

Tidak mau merasa lebih, aku mencoba pura-pura tidak melihat senyum mautmu itu.

Okey, tarik nafas....
Jangan GeEr...
Dia senyum ke bangku.. Dia senyum ke bangku..


Saat aku jalan menuju pintu keluar dan sibuk salah tingkah, kau lewat begitu saja di depanku.

Begitu saja berlalu dan hilang.

KAMU SIAPA?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...