Kau tau apa yang paling sulit dilakukan di dunia ini? Menerima kenyataan.
Adapun kenyataan yang harus kuterima adalah kau tidak ada lagi di sisiku. Kita melangkah di jalan yang berbeda dengan membawa kenangan yang tidak ingin kita lepaskan.
Kita sepakat di malam itu, di malam kau hanya diam. Di malam kau membiarkan aku menangis sesegukan melepaskan emosi yang kau bilang hanya sesaat. Di malam kau tidak berkata apa-apa, menjelaskan bualan seperti biasa.
Kenapa kau tidak bohong saja malam itu? Kenapa kau tidak mencoba berkilah supaya aku tenang sejenak? Namun kau hanya diam.
Jumat terus berganti. Aku melangkah dengan gemetar setiap kenangan itu datang. Menghancurkan hari-hari yang sudah kurancang dengan baik.
Siang hari ini terik.
Sebuah panggilan masuk ke ponselku. Dan itu dari kamu.
Aku yang sedang encoba berdamai dengan perasaanku kembali kaca. Namun tetap saja panggilanmu ku angkat.
"Hai, apa kabar?" sapamu dengan lembut, nada yang dulu kau gunakan di setiap hari kita.
"Ada apa?"
"Kenapa nada kamu seperti itu? Masih marah?"
Memerahlah mukaku menahan emosi dari pertanyaanmu. Ada apa denganmu? Wahai pemilik jiwa yang dulu aku cintai, apa yang terjadi denganmu?
"Kamu ada otak? Hati kamu dimana? Masih sanggup kau berucap seperti itu?"
"Aku tidak tahu. Aku pikir kamu bahagia dengan penggantiku,"
Tanpa pikir, aku langsung mematikan panggilan di siang terik itu. Aku menangis lagi. Sejadi-jadinya.
Panggilan dari nomor yang sangat hafal bagiku masuk lagi.
"Apa lagi? Aku capek, jantungku sakit setiap mendengar nafas kamu di sana. Aku capek harus memikirkan orang seperti kamu. Apa lagi? Kau tidak puas melihatku seperti orang gila? Masih sanggup kau memikirkan aku bahagia? Seperti ini kau bilang bahagia? Setiap malam aku menangis pada ibuku. Setiap malam aku memanggil temanku. Setiap malam aku mengutuk diriku. Dan kau bilang aku bahagia?"
Aku ungkapkan semua umpatan yang seharusnya ku simpan. Tapi aku sudah tidak tahan. Sudah cukup! Apa yang kau lakukan? Hanya diam dan menarik nafas dalam.
"Kenapa kita tidak saling membahagiakan saja?" ungkapmu di tengah isakku yang belum reda.
Di tengah tangisku itu, aku tertawa sekeras-kerasnya.
Komentar
Posting Komentar