Teruntuk pria yang tersenyum. Sampai kapan kau akan membayangi kepalaku?
Beberapa hari setelah pertemuan itu, aku mulai melupakan senyuman itu. LEbih tepatnya aku berusaha keras untuk melupakan.
Gila! Apakah kamu menggunakan pelet tertentu di bibirmu, hingga aku menjadi seperti ini?
Sudah dua kali Jumat. Aku perlahan melupakan senyuman itu dan beraktifits seperti biasa. Telfonan dengan ibuku, debat dengan rekan kerjaku dan bermain dengan kucing di kos-kosan saat malam.
Sore ini begitu indah. Langit Jakarta tidak kotor-kotor amat. Langit biru perlahan ditutupi gelap dan matahari perlahan terbenam dibalik gedung-gedung tinggi itu.
Indah seperti senyuman kamu.
SIAL!
Kenapa wajah kamu datang lagi sore itu? Bisa beri waktu untuk aku menikmati sore ini? Pekerjaanku hari ini sungguh berat dan kamu jangan membuatku rindu.
Ku coba berjalan-jalan kecil mengelilingi atap gedung. Mungkin orang-orang yang melihatku akan berfikir, mungkin gadis ini kesurupan. Berkali-kali aku memutari atap, sambil menghela nafas dalam-dalam.
Kamu tahu apa yang kusesali saat ini? Aku tidak melihat senyumanmu lebih lama, aku tidak menghampiri kamu, aku tidak melihat ID Card kamu, aku tidak tahu siapa kamu!
Ya Tuhan, kenapa kau menciptakan manusia dengan senyum yang indah tapi aku tidak tahu namanya? Jahat!
Sore ini berbeda. Angin pun meniup lembut jilbabku. Seolah mereka menggoda aku yang sedang rindu.
Hey, sana! Jangan tiup-tiup mesra!
Aku kesal sendiri sembari menghempaskan tumit kaki yang tidak salah apa-apa. Aku geram sendiri karena tidak tahu kamu itu siapa. Aku kesal!
Huff.. Tarik nafas...Hah!
Ku cobalah ingat petuah-petuah ayahku saat ini.
"Kalau jodoh nanti juga bertemu, nak!" ucap ayahku di suatu masa.
Tunggu, kenapa aku memikirkan jodoh di saat seperti ini? Ya Tuhan, betapa jauhnya aku membayangkan dirimu di otakku.
Seandainya otakku bisa bicara, pasti dia akan berbicara seperti ini.
"Dia itu siapa, woi! Cari tahu dulu!"
Sore ini sangat menyebalkan.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, aku mulai melupakan senyuman itu. LEbih tepatnya aku berusaha keras untuk melupakan.
Gila! Apakah kamu menggunakan pelet tertentu di bibirmu, hingga aku menjadi seperti ini?
Sudah dua kali Jumat. Aku perlahan melupakan senyuman itu dan beraktifits seperti biasa. Telfonan dengan ibuku, debat dengan rekan kerjaku dan bermain dengan kucing di kos-kosan saat malam.
Sore ini begitu indah. Langit Jakarta tidak kotor-kotor amat. Langit biru perlahan ditutupi gelap dan matahari perlahan terbenam dibalik gedung-gedung tinggi itu.
Indah seperti senyuman kamu.
SIAL!
Kenapa wajah kamu datang lagi sore itu? Bisa beri waktu untuk aku menikmati sore ini? Pekerjaanku hari ini sungguh berat dan kamu jangan membuatku rindu.
Ku coba berjalan-jalan kecil mengelilingi atap gedung. Mungkin orang-orang yang melihatku akan berfikir, mungkin gadis ini kesurupan. Berkali-kali aku memutari atap, sambil menghela nafas dalam-dalam.
Kamu tahu apa yang kusesali saat ini? Aku tidak melihat senyumanmu lebih lama, aku tidak menghampiri kamu, aku tidak melihat ID Card kamu, aku tidak tahu siapa kamu!
Ya Tuhan, kenapa kau menciptakan manusia dengan senyum yang indah tapi aku tidak tahu namanya? Jahat!
Sore ini berbeda. Angin pun meniup lembut jilbabku. Seolah mereka menggoda aku yang sedang rindu.
Hey, sana! Jangan tiup-tiup mesra!
Aku kesal sendiri sembari menghempaskan tumit kaki yang tidak salah apa-apa. Aku geram sendiri karena tidak tahu kamu itu siapa. Aku kesal!
Huff.. Tarik nafas...Hah!
Ku cobalah ingat petuah-petuah ayahku saat ini.
"Kalau jodoh nanti juga bertemu, nak!" ucap ayahku di suatu masa.
Tunggu, kenapa aku memikirkan jodoh di saat seperti ini? Ya Tuhan, betapa jauhnya aku membayangkan dirimu di otakku.
Seandainya otakku bisa bicara, pasti dia akan berbicara seperti ini.
"Dia itu siapa, woi! Cari tahu dulu!"
Sore ini sangat menyebalkan.
Komentar
Posting Komentar