Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Patah

Sayang, maafkan aku.

Entah mengapa kalimat itu sangat sulit ku ucapkan kepadamu. Kau menangis, air matamu mengalir begitu deras dihadapanku. Tapi, lidahku kelu.

Hampa. Sangt hampa hatiku saat membayangkan kau berjalan dengan arah yang berbeda dengaku. Sekarang tidak sekedar bayangan, kau benar-benar pergi. Dan aku hanya diam.

Apa yang terjadi denganku?
Mengapa tanganku tak bisa lagi menggenggam tanganmu yang mungil itu?
Kenapa aku tak sanggup menahan jari-jarimu yang selalu bermain di hidungku?
Kenapa aku tidak menahan kau pergi?

Aku tidak bisa menjawabnya, kekasihku.

Masih terngiang di kepalaku kejadian hari itu. Kau menangis sejadi-jadinya setelah memegang ponselku. Aku kaku sayang, aku tidak tahu harus berbuat apa.

Tolong, air matamu jangan kau keluarkan lagi. Aku kehilangan tenaga harus menahan kamu. Jangan menangis, tolong jangan menangis.

Kau, menatapku dengan sorotan mata yang tidak pernah kau perlihatkan. Raut wajah yang selalu ku hindari kali ini ada di depanku. Kamu marah, aku tahu.

Aku tahu, kamu benci denganku. Aku juga tahu bahwa kau menganggapku lelaki pengecut. Namun aku juga kehilangan arah, kekasihku.

Tolong, jangan kau lepaskan tanganku. Tolong, jangan kau benci kepadaku. Tidak ada apa-apa di ponselku selain kemarahan sesaatku dahulu.

Tolong, jangan kau terlalu keras kepadaku.

Jangan menangis lagi, wahai perempuan yang mewarnai hidupku. Aku kejam, aku yang salah.

Tapi mengapa kata maaf begitu berat di bibirku?
Apa yang telah kau lakukan?
Kenapa kata maaf yang dulu sering kita ucapkan, di saat seperti ini aku sungkan mengeluarkn?

Kau, menangis di sudut kasur pada hari itu. Bedakmu yang telah menawan di wajahmu terlihat berantakan. Namun kau masih cantik sayangku.

Jangan menangis lagi. Jangan!

Aku hanya bisa diam. Hatiku hancur. Aku melangkah lurus ke bangku, dan terduduk diam.

Kau menangis. Nafasmu sesak.
Aku hanya diam. Aku tidak melakukan apa-apa.

Sudah sayang. Jangan lagi.

Kenapa aku tidak bisa menggenggam kamu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...