Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat (11)

Beberapa orang mencoba berkelakar. Mengatakan pepatah lama, kumbang tak satu ekor. Ya benar, tapi ini masalah hati dan tidak butuh banyak kumbang.

Kembali sore di Jumat minggu ketiga, aku naik ke atap. Selonjoran di sudut, menikmati sore yang semerawut. Sore sepertinya menunggu aku berkeluh kesah.

Baiklah sore.
Aku ingin katakan kepadamu, jika aku belum bisa melangkah ke tempat baru. Saat ku coba, aku takut. Apakah di tempat baru aku akan menetap?

Sore, tak singkat waktu yang telah kujalani. Tak sedikit memori yang kita rangkum. Ribuan foto telah kita abadikan. Apakah tidak sayang dengan semua itu?

Sore, apakah pantas aku menyukai orang lain lagi? Apakah aku bisa membuka hati lagi?

Aku berfikir seperti ini, Sore. Aku tidak ingin dikasihani, aku tidak ingin dikendarai, aku ingin merdeka, aku ingin bebas dan aku ingin hati ini berbunga.

Sore, dengarkan aku. Dia adalah orang baik. Dia orang yang aku sayangi dan sangat bohong jika tidak ada rasa lagi. Namun, juga tidak ada keberanian dari diriku untuk di jalanan yang sama lagi.

Sore, aku ingat lagi keinginan ku yang lalu. Aku ingin bebas dan aku akan memulai membuka hati sesaat setelah kembali dari bepergian jauh ke tempat itu. Itulah keinginanku saat ini.

Jadi sore, bisakah aku memaafkan diriku? Bisakah aku berdamai dengan diriku? Bisakah aku melepasnya pergi? Bisakah aku berdamai dengannya dia sebagai kawan lama?

Ku tarik nafas dalam-dalam.

Sore, sepertinya tidak ada salahnya aku memaafkan diriku yang dahulu. Aku juga akan memaafkan dirinya yang dulu.

Baik. Aku siap untuk melepas. Dan aku siap juga untuk menghadapi yang namanya kesunyian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...