Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Patah (3)


Duniaku sebelum ada kamu hanya ada dua warna, hitam dan putih. Berbeda dengan duniamu yang penuh warna.
Entah perbuatan baik apa dahulu yang dilakukan nenek moyangku. Atau doa ibuku untuk kebahagiaanku dikabulkan Tuhan kali ini. Kau datang ke duniaku dengan warnamu.

Ratusan Jumat kita lewati. Tentu tidak semuanya manis. Kerikil di jalanan kita singkirkan bersama. Kita bersuka cita dan berbahagia.

Caramu memelukku, caramu menatapku, caramu bermanja kepadaku menjadikan aku lelaki yang paling beruntung. Kamu mandiri, kamu tegas, kamu punya prinsip, dan satu yang sangat penting kamu menyayangiku. Itu saja sudah cukup, kamu menyayangiku.

Aku bukanlah petualang sejati seperti Mapala. Aku juga bukan seniman seperti mahasiswa di fakultas kita. Aku juga bukan kutu buku yang diam di pustaka.

Aku hanyalah pria sederhana yang memiliki kamu. Itu saja.

Momen pulang kuliah adalah yang ku tunggu-tunggu. Kau akan menghempaskan tasmu ke motorku dan merengek dibelikan es krim. Kau bilang, dosen menyebalkan itu memberikan banyak tugas. Dan kau kesal.

Apapun untukmu. Apapun kulakukan untukmu.

Momen yang paling ku bencipun datang. Di saat perayaan kelulusan, pria yang dulunya menjadi sainganku mendapatkanmu datang membawakan bunga. Dengan santainya dia mengucapkan selamat dan berfoto denganmu.

Di titik itu aku sadar, aku tidak bisa sekedar mencintaimu saja. Aku harus berbuat lebih supaya tidak ada laki-laki lain yang berani merebut wanitaku.

Kemudian kita berpisah pulau. Aku tertahan di sini karena orangtuaku. Kau pergi ke seberang dengan berani dan melambaikan tangan kepadaku. Kau bilang, aku harus menyusul.

Tenang saja kekasihku, aku menyusulmu.

Waktu terkadang memang tidak memihak kepada kita. Bertambahnya Jumat, bertambah pula permasalahan kita. Namun itu tidak mengubah fakta, kau wanita yang ku cintai.

Aku mendukung semua yang kamu lakukan. Asal kamu senang, aku turut senang.

Sampai di suatu hari aku tidak sengaja menyakiti dirimu dengan perkataanku. Maafkan aku, aku hanya lelaki cemburu yang tidak suka wanitaku memperhatikan yang lain. Itu saja.

Jumat terus bergilir. Setiap Jumat malam kau akan heboh dengan tempat kita bertemu esok, makan apa dan mengenakan baju apa. Kau pun akan menanyakan warna jilbab apa yang cocok dengan baju yang kau kenakan nanti.

Rutinitas itu aku nikmati di setiap Jumat malam. Demi pertemuan kita dan foto yang bagus, katamu.

"Sampai kapan dia kerja seperti itu? Yakin dia bisa mengurusmu kelak?"

"Dia sudah berubah? Masih asal bicara?"

Ucapan ibuku terus mengiang di kepalaku. Tapi aku tidak peduli. Kamu wanitaku, kamu penyemangatku, kamu tetap tersayang.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...