Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Patah (2)


Siapa gadis bermuka bulat itu?


Tahun kedua kuliah. Kita berada di kelas yang berbeda, namun di fakultas yang sama. Aku dengan duniaku, kamu dengan duniamu. Namun dari kejauhan, aku memperhatikanmu.

Siang itu, kita tidak sengaja berpapasan di lorong. Masih aku ingat, kau dengan kemeja kotak berwarna merah, berjilbab dongker, dan mengenakan sneakers.

Tidak ada sentuhan kosmetik di wajahmu, bahkan bibirmu tanpa polesan pewarna tetap indah. Aku tahu, kamu cantik. Dan kamu tidak perlu semua itu.

"Woi, kemana?" Sapa kamu asal-asalan.

Aku terkejut. Aku pikir kayu menyapaku, ternyata tidak. Kau menyapa rekan kelasmu yang tepat berada di belakangku. Nyaris saja, untung kau tidak tahu seperti apa harapku jika kau benar menyapaku.

Semenjak siang itu, aku semakin merindukan kamu.

Orang-orang bilang, kamu adalah gadis aneh dan kasar. Namun bagiku kau adalah gadis yang menarik. Bicaramu yang asal-asalan, terkesan sangat sok akrab, namun itu yang membuat kamu hebat. Kamu tidak pandang bulu berteman dan aku suka itu.

Ku kumpulkan keberanian untuk lebih dekat denganmu. Aku tahu, kau mendaftar untuk panitia penyambutan anak baru. Dengan segera, ku tuliskan namaku sama dengan divisimu.

Betapa beruntungnya aku bisa melihat matamu dari dekat. Aku tahu kamu suka ayam goreng, aku tahu kamu benci horor dan aku juga tahu kamu tidak ingin diremehkan.

Aku hafal bagaimana bila kamu tertawa. Gigi kelincimu akan terlihat begitu besar saat kau tertawa. Menggemaskan menurutku. Aku juga tahu kamu jika sedang risau, kamu akan mencari es krim. Aku senang mengenal kamu.

Malam itu, tanpa pikir panjang lagi, aku mencurahkan perasaanku. Aku menyukaimu, maukah kau menjadi kekasihku?

Sangat membekas di kepalaku, kau tertawa saat mendengarkanku. Sungguh, malam itu jantungku tidak berada di tempatnya dan kau tertawa?

Seperti yang ku duga, kau pasti akan menolakku. Tapi aku tidak akan berhenti. Aku akan buat kamu jatuh cinta kepadaku.

Aku mengirimu pesan. Aku menelfonmu setiap malam. Aku menunggu kamu pulang kuliah. Aku tawarkan semua waktuku kepadamu. Jawabanya? Kamu menjauhiku.

Namun, tidak akan berhenti langkahku mendapatkaanmu. Kamu tahukan, jika teman-temanku menyuruhku berhenti. Namun entah mengapa aku sangat yakin kau akan menjadi wanitaku.

Menjelang kemerdekaan RI, aku naik gunung dengan teman-temanku. Seperti remaja tanggung, ku tuliskan kalimat cintaku di secarik kertas dan ku abadikan dalam gambar. Tidak sabar ingin ku kirim kepadamu saat nanti turun.

Tak sabar aku menunggu jawaban dari kamu.

Seminggu lebih kau tidak membalas pesanku.

Di suatu siang, kau menyuruhku ke perpustakaan. Kau pinta aku mencari sebuah buku di rak-rak berwana abu-abu dan membuka halaman sesuai tanggal hari itu.

Entah, bingung diriku kenapa kau memperumit aku seperti ini. Namun tidak ada pilihan, aku lakukan semua mau mu.

Siang itu...
Dalam buku itu...
Tertulis dengan jelas.

I LOVE YOU TOO!

Aku berteriak keras dan tertawa. Ku kepalkan tanganku dan ku ciumi lembaran kertas itu.

Petugas pustaka pun langsung mengusirku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...