Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (3)

Sepertinya aku melewatkan kamu.

Hari ini festival outdoor diselenggarakan. Tentu saja waktunya tim dan aku bekerja. Peralatan dan kelengkapan liputan sudah di tangan. Kita berangkat.

Bagaimana jiwaku akhir-akhir ini? Mulai tenang, tentu saja. Lebih tepatnya aku pura-pura tenang. Sorotan mata tajam itu kupaksa memudar perlahan di kepala.

Keramaian pun datang. Seperti biasa aku dan tim siap berkeliling untuk bahan pemberitaan. Tetiba, mata kamu kembali masuk ke pikiran ku.

Hey, apakah mungkin kamu ada di sini? Bisa jadikan kamu di sini?

Di sela-sela pekerjaan, aku memperhatikan keramaian. Siapa tahu ada mata yang ingin ku pandang. Mata yang membayangi aku hingga tidak karuan.

Nihil.

Kerumunan berganti, namun tidak aku temukan mata yang ingin ku pandang. Baik, mungkin aku fokus sama pekerjaanku saja. Wahai pemilik mata, aku kesulitan karenamu tapi aku menikmati itu.

Semakin sore. Tak ada pertanda darimu. Apakah aku hanya menunggu?

Tidak.

Aku mencarimu, berkeliling, melihat semua kemungkinan titik kamu akan berada. Tapi tidak ada.

Hari itu aku pulang dengan hampa.

Betapa melelahkannya hari ini. Perut ku lapar namun mamang ketoprak tak kunjung lewat rumahku. Hey pemilik mata, kau sudah makan?

Ya Tuhan. Aku kenapa bicara sendiri seperti ini?

Otakku, tolong kembali normal. Ada setumpuk pekerjaan di depanmu.

Wahai hati, tolong kau kontrol detakmu agar darah berjalan normal ke otakku ya.

Di depan komputer, ku lihat kembali video yang akan ku edit. Puluhan rekaman ku putar-putar.

Di video ke 23. Di menit ke 4 ada sosok yang tidak aku duga.

Aku hentikan videonya. Aku tertegun.
Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Kenapa ada kamu di video ku?
Kenapa ada matamu?
Kenapa aku tidak menyadari jika kita hanya beberapa langkah saja?

Kenapa?

Semesta, aku ada salah apa kepadamu?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...