Sepertinya aku melewatkan kamu.
Hari ini festival outdoor diselenggarakan. Tentu saja waktunya tim dan aku bekerja. Peralatan dan kelengkapan liputan sudah di tangan. Kita berangkat.
Bagaimana jiwaku akhir-akhir ini? Mulai tenang, tentu saja. Lebih tepatnya aku pura-pura tenang. Sorotan mata tajam itu kupaksa memudar perlahan di kepala.
Keramaian pun datang. Seperti biasa aku dan tim siap berkeliling untuk bahan pemberitaan. Tetiba, mata kamu kembali masuk ke pikiran ku.
Hey, apakah mungkin kamu ada di sini? Bisa jadikan kamu di sini?
Di sela-sela pekerjaan, aku memperhatikan keramaian. Siapa tahu ada mata yang ingin ku pandang. Mata yang membayangi aku hingga tidak karuan.
Nihil.
Kerumunan berganti, namun tidak aku temukan mata yang ingin ku pandang. Baik, mungkin aku fokus sama pekerjaanku saja. Wahai pemilik mata, aku kesulitan karenamu tapi aku menikmati itu.
Semakin sore. Tak ada pertanda darimu. Apakah aku hanya menunggu?
Tidak.
Aku mencarimu, berkeliling, melihat semua kemungkinan titik kamu akan berada. Tapi tidak ada.
Hari itu aku pulang dengan hampa.
Betapa melelahkannya hari ini. Perut ku lapar namun mamang ketoprak tak kunjung lewat rumahku. Hey pemilik mata, kau sudah makan?
Ya Tuhan. Aku kenapa bicara sendiri seperti ini?
Otakku, tolong kembali normal. Ada setumpuk pekerjaan di depanmu.
Wahai hati, tolong kau kontrol detakmu agar darah berjalan normal ke otakku ya.
Di depan komputer, ku lihat kembali video yang akan ku edit. Puluhan rekaman ku putar-putar.
Di video ke 23. Di menit ke 4 ada sosok yang tidak aku duga.
Aku hentikan videonya. Aku tertegun.
Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
Kenapa ada kamu di video ku?
Kenapa ada matamu?
Kenapa aku tidak menyadari jika kita hanya beberapa langkah saja?
Kenapa?
Semesta, aku ada salah apa kepadamu?
Hari ini festival outdoor diselenggarakan. Tentu saja waktunya tim dan aku bekerja. Peralatan dan kelengkapan liputan sudah di tangan. Kita berangkat.
Bagaimana jiwaku akhir-akhir ini? Mulai tenang, tentu saja. Lebih tepatnya aku pura-pura tenang. Sorotan mata tajam itu kupaksa memudar perlahan di kepala.
Keramaian pun datang. Seperti biasa aku dan tim siap berkeliling untuk bahan pemberitaan. Tetiba, mata kamu kembali masuk ke pikiran ku.
Hey, apakah mungkin kamu ada di sini? Bisa jadikan kamu di sini?
Di sela-sela pekerjaan, aku memperhatikan keramaian. Siapa tahu ada mata yang ingin ku pandang. Mata yang membayangi aku hingga tidak karuan.
Nihil.
Kerumunan berganti, namun tidak aku temukan mata yang ingin ku pandang. Baik, mungkin aku fokus sama pekerjaanku saja. Wahai pemilik mata, aku kesulitan karenamu tapi aku menikmati itu.
Semakin sore. Tak ada pertanda darimu. Apakah aku hanya menunggu?
Tidak.
Aku mencarimu, berkeliling, melihat semua kemungkinan titik kamu akan berada. Tapi tidak ada.
Hari itu aku pulang dengan hampa.
Betapa melelahkannya hari ini. Perut ku lapar namun mamang ketoprak tak kunjung lewat rumahku. Hey pemilik mata, kau sudah makan?
Ya Tuhan. Aku kenapa bicara sendiri seperti ini?
Otakku, tolong kembali normal. Ada setumpuk pekerjaan di depanmu.
Wahai hati, tolong kau kontrol detakmu agar darah berjalan normal ke otakku ya.
Di depan komputer, ku lihat kembali video yang akan ku edit. Puluhan rekaman ku putar-putar.
Di video ke 23. Di menit ke 4 ada sosok yang tidak aku duga.
Aku hentikan videonya. Aku tertegun.
Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
Kenapa ada kamu di video ku?
Kenapa ada matamu?
Kenapa aku tidak menyadari jika kita hanya beberapa langkah saja?
Kenapa?
Semesta, aku ada salah apa kepadamu?
Komentar
Posting Komentar