Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat (12)


Selamat datang Februari.

Tanggal 31 Januari bertepatan dengan hari Jumat. Aku mantap menghubungimu dan mengatakan dengan penuh keberanian, aku siap untuk pergi dan melepas kamu.

Aku menangis sesegukan. Aku kira tidak akan ada drama lagi karena ku tahu apa yang dimau. Namun salah, di sinilah titik penentuan apa yang akan kulakukan. Aku hanya sanggup mengirim pesan ke kamu!

"Hi, apa kabar?"

"Baik"

"Aku ingin bilang sesuatu. Kamu ingatkan dulu aku bilang tidak akan membuka hati untuk siapapun, hingga pulang dari seberang?"

"Iya"

"Sepertinya aku ingin mencabut pernyataan itu. Aku ingin menikmati hidup,"

"Ya silahkan"

"Aku ingin izin dari kamu dan tidak ingin ada rasa bersalah. Makanya aku bilang,"

"Hahaha. Untuk apa? Terus saja langgar janji kamu,"

"Ya. Aku capek,"

"Sama. Aku juga capek. Kamu menemukan penggantiku?"

"Tidak. Okey, sepertinya kamu akan menuduhku lagi. Aku hanya ingin kamu tahu. Itu saja,"

Setelah mengirim pesan itu, tubuhku kehilangan tenaga. Terduduk aku di pinggir kasur. Hey, air mata... Kenapa kau tidak berhenti?

Aku menangis lagi untuk kesekian kalinya. Menjadi-jadi! Kusekap muka ini dengan bantal dan ringkukan tubuh ke kasur. Aku hanya lelah. Biarkan aku seperti ini sejenak.

Tidak mudah bagiku. Mungkin bagimu juga seperti itu. Kita seringkali berurai air mata dan berakhir seperti awal kala. Namun, kenapa air mata kali ini berbeda? Kita sama-sama lelah.

Pegal juga pinggulku meringkuk seperti ini. Aku coba duduk dan mengambil tisu. Sudah penuh ingus di hidungku.

Oke, tarik nafas, buang. Lakukan secara perlahan.

Ku yakinkan diriku, bahwa yang aku lakukan ini tidak salah. Yang kulakukan demi kebaikan bersama. Demi kebaikan aku dan kamu.

Setelah emosiku mereda. Ku coba berdiri perlahan. Ku tatap lagi gambarmu yang menjadi pembuka layarku.

Sudah saatnya, aku ganti foto itu...

Siangnya, kelabu kembali menghampiriku. Semua kenangan kita, semua hal yang pernah kita lalui, melintas hebat di kepalaku. Ya Tuhan! Apa lagi ini?

Segera ku tinggalkan meja kerjaku. Berjalan cepat ke tangga menuju atap. Kembali lagi, siang itu air mata ku berderai sejadi-jadinya.

Sesak nafasku. Pandanganku berkunang-kunang. Perutku terasa mual. Badanku menggigil! Apakah tubuhku menolah keputusan yang telah aku lakukan?

Jumat keempat di Tahun Baru. Jumat yang berat. Jumat yang menentukan langkah selanjutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...