Rindu langkah kaki yang berselonjak di setiap Jumat malam menuju peraduan. Rindu menunggu jam 9 malam untuk mendengar suara pengantar tidur yang selalu kudengarkan di ratusan Jumat. Sekarang tidak ada lagi.
Kosong, sangat kosong. Otakku seperti terjatuh di lantai dan pecah berkeping-keping. Tujuan hidupku seperti sirna begitu saja setelah melangkah.
Ku hela nafas dalam-dalam. Sebenarnya apa yang aku inginkan? Kebebasan seperti apa yang aku harapkan?
Teruntuk Lelaki dengan senyuman yang puluhan Jumat lalu ku lihat.
Apa kabar?
Kenapa aku memikirkan senyuman itu disaat seperti in? Aku rindu senyuman itu. Apa kamu masih sibuk dengan duniamu? Tentu saja.
Wahai lelaki tersenyum. Apa aku menjadi wanita jahat saat ini memikirkan kamu? Apa aku menjadi wanita yang tidak ada harga diri lagi tetiba aku membayangkan senyuman itu?
Wahai pemilik senyuman. Sepertinya aku telah menjadi orang jahat. Merindukan kamu di saat hatiku terluka. Rindu getaran saat pertama berjumpa, rindu di awal aku menunggu senyuman yang ku tunggu di puluhan Jumat. Kenapa aku memikirkan kamu?
Ahh.. Sial. Aku benar-benar menjadi wanita yang tidak lagi punya harga diri.
Terbayang dibenakku untuk berlari ke arah kamu. Berlari memegang jemari yang hanya ku lihat jauh. Berlari dan bersandar ke pundakmu yang tepat berada di atas telingaku. Boleh aku melakukan itu di saat duniamu enggan membuka pintu untukku?
Boleh aku masuk ke pintu itu dan terkunci di dalamnya? Aku butuh itu. Bukan butuh, aku inginkan itu. Sangat ingin.
Ku tarik nafasku dalam-dalam, ku ingat lagi Tuhanku. Astaga, aku kehilangan akal sejenak.
Segera aku hapus pesan yang telah ku tulis di kolam pesan di kontakmu. Hampir saja aku melakukan hal bodoh.
Komentar
Posting Komentar