Langsung ke konten utama

Dari Jumat ke Jumat: Smiling Man (6)

Kucing yang pipis di kamarku tidak pernah datang lagi. Sedih, padahal bola-bolanya belum aku sentil.

Setiap keluar kosan, ku cari-cari lah si kucing. Kemana dia? Apa sudah menemukan tempat pembuangan hajat yang lebih baik?

Setahun berlalu dengan cepat. Tidak terasa aku mulai lupa dengan kamu. Namun tatkala hariku memburuk, foto tersenyummu menjadi obat gundahku.

Tidak ada chat. Tapi kamu tidak akan pernah tahu, jika aku menunggu momen yang tepat untuk berkomentar di media sosial mu? Hahaha.

Festival outdoor yang selalu ku tunggu-tunggu pun datang. Tidak sabar, karena aku ingin mengenang bagaimana senyummu 2 tahun yang lalu.

Benar saja. Kamu akan ke sana, begitu juga dengan aku. Akhirnya, momen penasaran seperti apa dirimu menjadi tujuanku esok.

Ratusan orangpun meramaikan kembali acara ini. Aku dejavu, akankah akan kehilangan kesempatan seperti yang lalu-lalu? Akankah pandanganku dihalangi serombongan orang yang datang entah dari mana, lagi?

Siang itu, kamu mengenakan kemeja dongker dan tak ketinggalan topi coklat di kepalamu. Hei, rambutmu yang pendek itu begitu cocok ditutupi.

Sebelum ku lambaikan tangan kepadamu, ku biarkan beberapa detik menatap wajahmu. Sial, senyum itu di depan mataku.

Ingin rasanya jantungku keluar di setiap langkah kau mendekat. Untung saja ada masker yang menutupi wajah yang sudah memerah menahan gelora.


"Hai"

Sapaan basa basi dan kau duduk di belakangku. Seperti pertama kali, kau hempaskan barangmu di atas kursi dan kau lemparkan senyuman itu. Lagi!

Baik.

Tenang...
Tenang...
Tenang...
Tenang...
Tenang...
Tenang...

Aku tidak bisa tenang!

Tenang...
Tenang...
Tenang...
Tenang...

Oke otakku, okey jantungku. Ini bukan waktunya untuk gugup. Santai!

Kita bercakap panjang. Bahkan ada sambungannnya di sore hari.

Hari itu, aku menatap lama tanpa sepengetahuanmu. Ku curi pandang untuk menculik senyumanmu. Memang mataku tidak pernah bohong.

"Aku menunggu senyuman kamu,"

Ku tatap lama-lama matamu di setiap hela bicara. Dan kau membalas tatapanku. Beberapa detik saja.

Kita tertawa dan kau kembali hentikan aku dengan senyumanmu.

Ingin rasanya setelah ini ku cari kucing yang pipis di depan kamarku dan ku kecup-kecup.

Malam itu, aku mendapatkan senyumanmu.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (5)

Puluhan Jumat berlalu begitu saja. Jiwa ku kembali tenang dan tidak ada lagi gejolak yang berarti. Dan kau pemilik mata, yang namanya saja bibirku bergetar menyebutnya, semoga kau berbahagia selalu. Semenjak malam itu aku sadar, bahwa kita berada di dua dimensi yang belum pernah kita pertemukan. Dimensi yang kita paksa untuk tidak bertemu, karena kondisi yang ada. Tapi tidak masalah, aku menikmati setiap getaran yang kau berikan. Terkadang aku menyesali pertemuan mata kita kala itu. Toh, akhirnya kita juga memisahkan mata ini dan pura-pura tidak tahu kan? Aku ralat, bukan 'kita', tapi hanya aku seorang. Sedih juga ya bila diceritakan detail seperti ini? Tapi tidak masalah, kok. Berlalu sudahlah berlalu. Aku menikmati duniaku yang penuh misteri ini. Bagaimana dengan kamu? -- Selamat Tahun Baru! Minggu ini festival yang mempertemukan kita dahulu diadakan kembali. Dan telah aku garis bawahi bahwa kita hanyalah dua manusia yang terlibat urusan kerja. Dalam kesempatan itu kita b...

Dari Jumat ke Jumat: Siapa kamu? (2)

Mata itu. Dua mata dengan sorotan tak biasa yang menembus jiwa tenangku. Berhari-hari jiwa ini tidak karuan. Hanya gara-gara dua bola mata tajam milik kamu. Segala cara sudah aku lakukan supaya tidak lagi memikirkan kamu. Namun, tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin kamu tidak tahu, aku hanyalah lelaki biasa yang disibukan dengan dunia darat dan gunung. Kau sebutkan saja nama-nama gunung besar di negeri kita, sudah ku naiki semua itu. Apa yang ingin kau tahu? Macam-macam peralatan yang dibutuhkan naik gunung? Cara survival? Brand-brand outdoor? Alat yang bagus dan cuaca ekstrem? Semuanya aku tahu. Kau ingin menanyakan jalan daerah mana? Pelosok negeri mana? Biar nanti ku antarkan kamu ke sana. Semuanya aku tahu. Yang tidak aku tahu adalah bagaimana cara menghadapi bola mata kamu yang tanpa seizinku bertemu dengan mataku. Yang menembus jiwaku. Dan itu tanpa aba-aba! Beberapa Jumat aku biarkan diriku terjebak rasa ini. Aku ingin memastikan bahwa ini hanyalah sementara. Nanti juga a...

Dari Jumat ke Jumat: Patah (4)

Apapun yang kamu lakukan, aku semakin jatuh cinta. Kamu tahu, dulu aku benci makanan manis, apalagi es krim. Namun karena kamu suka itu, aku pun mencoba menyukainya. Kamu punya kebiasaan jelek. Kamu suka bicara saat sedang mengunyah. Bibirmu dan pipimu sering bertaburan makanan dan es krim. Namun, kenapa kau cantik saat seperti itu? Jemariku akan menuju bibirmu yang lembut. "Makannya yang pelan sayangku," Kamu hanya mengangguk dan mengulang lagi kesalahan yang sama. Betapa menggemaskannya. Pada suatu hari kamu datang marah-marah kepadaku. Di saat itu juga pekerjaanku menumpuk. Kamu melampiaskan marahmu yang tidak terarah kepadaku. Aku meneriaki kamu dengan kata yang tidak sepantasnya. Kamu diam. Kamu menangis. Aku tersentak. Aku memelukmu, mengecup keningmu. Maafkan aku. Jumat terus berlalu dan berganti. Kamu semakin cantik, kamu semakin rewel, dan kamu semakin berambisi. Aku tetap suka. "Dia sudah berubah? Masih asal-asalan bicara?" Ibuku selalu menanyakan bagaim...